Suara.com - Tangan Rini perlahan-lahan mengaduk nasi yang baru saja matang di dalam penanak listrik, semburat senyum menghiasi wajah keriputnya. Bagi Rini, nasi bukan sekadar makanan pokok, tapi inti dari setiap hidangan di rumah. Seperti kata pepatah ‘bagaikan sayur tanpa garam’, makan lauk apapun jika tanpa nasi akan terasa kurang sempurna.
“Nih, cobain. Tante beli beras murah namanya SPHP Bulog. Kalau ini bagus, bersih banget, putihnya kayak kapas,” katanya dengan bangga saat kediamannya di Banyuraden, Yogyakarta didatangi oleh Suara.com awal September 2024.
Rini menuangkan secentong nasi ke piring yang terletak di meja kayu tuanya. Nasi itu ia hidangkan dengan Oseng Tauge dan Telur Dadar hangat yang masih mengepulkan asap, dilengkapi sambal tomat khas buatannya sendiri, resep turun-temurun dari ibunya.
Sambil menikmati hidangan tersebut, wanita berusia 68 tahun itu mengenang pengalamannya dengan beras subsidi dari Bulog sekitar tahun 2010-an. Saat itu, ia mendapatkan bantuan beras dari pemerintah, namun kualitasnya jauh dari memuaskan membuatnya kapok berurusan lagi dengan beras keluaran Bulog.
"Bulirnya banyak yang pecah, banyak kutunya," ujar Rini sambil tertawa kecil.
Lebih dari 10 tahun berlalu, di hadapannya kini terhidang nasi putih lembut sama-sama keluaran Bulog, namun dengan kualitas yang jauh berbeda. Kini Rini menjadi pelanggan setia beras SPHP keluaran Bulog yang dibelinya seharga Rp62.500 per lima kilogram di ritel modern. "Nggak nyangka ya, sekarang jadi bagus banget. Harga murah dapat beras berkualitas.”
Transformasi Bulog tidak hanya membawa perubahan bagi kehidupan Rini, tetapi juga memberikan keuntungan bagi para penjual seperti Sukamto, pemilik Rumah Pangan Kita (RPK) Vita di Sleman, Yogyakarta. Sukamto sudah menjadi mitra Bulog sejak tahun 2016, kehadiran beras SPHP pada 2023 mengubah segalanya. Warung kelontongnya mendadak ramai oleh pembeli yang mencari beras berkualitas dengan harga terjangkau.
Dalam sebulan Sukamto bisa menjual hingga 1,5 ton beras SPHP. Pembeli setianya semakin bertambah, mulai dari ibu rumah tangga, pedagang nasi goreng sampai penjual ayam geprek langganan membeli beras SPHP di warungnya. Berkat penjualan beras dan produk Bulog lainnya, seperti gula pasir dan minyak goreng, ia bisa membiayai kuliah kedua anaknya di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta hingga mereka lulus mengantongi gelar sarjana.
“SPHP itu jadi rebutan, kayak penglaris," ujarnya sambil tersenyum saat berbincang dengan Suara.com, Selasa (8/10/2024). "Banyak orang datang awalnya cuma beli beras SPHP, lihat warung komplit jadi sekalian beli kebutuhan lain di sini."
Selain Sukamto, keuntungan besar juga dirasakan oleh puluhan ribu pemilik RPK lain yang tersebar di Indonesia. Berdasarkan data Perum Bulog, sepanjang tahun 2024 tercatat ada sebanyak 22.045 RPK di seluruh penjuru negeri yang ikut menikmati buah keberhasilan transformasi Bulog. RPK terbanyak berada di wilayah Sumatra Utara sebanyak 2.781 RPK, selanjutnya di Kalimantan Barat 2.003 RPK, D.I Yogyakarta 1.660 RPK, Jawa Timur 1.766 RPK, dan Kepulauan Riau 1.463 RPK.
Pahlawan Pengendali Inflasi
SPHP adalah singkatan dari Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan. Program ini sudah ada sejak 2012 lalu, namun baru berjalan efektif setahun belakangan setelah dilakukan rebranding. Dalam Surat Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 02/TS.03.03/K/1/2023 perihal Penugasan SPHP Beras di Tingkat Konsumen Tahun 2023, Perum Bulog ditugaskan oleh Kepala Bapanas untuk menjalankan program SPHP. Program ini bertujuan untuk menjaga ketersediaan pasokan dan stabilitas harga beras di tingkat konsumen agar daya beli masyarakat terjaga dan inflasi terkendali di seluruh wilayah Indonesia.
Melalui program SPHP, Perum Bulog secara aktif melakukan intervensi pasar dengan menyalurkan beras berkualitas dan harga terjangkau kepada masyarakat. Masyarakat luas bisa mendapatkan beras SPHP melalui pengecer, ritel modern, distributor atau mitra perusahaan dan operasi pasar yang bekerjasama dengan pemerintah daerah.
Beras merupakan salah satu sektor penyumbang inflasi cukup besar. Program SPHP tahun 2023 dianggap menjadi pahlawan karena efektif meredam laju kenaikan harga beras dan menekan inflasi nasional. Hal ini dibuktikan melalui data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan inflasi tahun 2023 sebesar 2,61 persen year on year (yoy), angka tersebut mengalami menurun jauh dibandingkan tahun 2022 sebesar 5,51 persen yoy.
Keberhasilan program SPHP di tahun 2023 ini didukung dengan tingginya angka distribusi beras SPHP. Total beras SPHP yang telah disalurkan ke seluruh Indonesia mencapai 1.182.716.675 kilogram beras atau 1,18 juta ton beras. Angka penyaluran beras ini telah melampaui target yang ditetapkan sebesar 1.085.000.000 kilogram beras atau 1,08 juta ton beras.
Dari total penyaluran beras SPHP tahun 2023, wilayah dengan jumlah penyaluran beras SPHP tertinggi adalah wilayah DKI Jakarta dan Banten mencapai 278.331.490 kilogram beras dari target 213.000.000 kilogram beras. Selanjutnya adalah Jawa Barat yang telah menyalurkan 106.316.070 kilogram beras SPHP dari target 90.000.000 kilogram beras.
Efektivitas program SPHP dalam meredam laju inflasi membuat program ini kembali dilanjutkan pada tahun 2024. Target penyaluran beras SPHP tahun 2024 ditambah menjadi 1.200.000.000 kilogram beras atau 1,2 juta ton beras. Merujuk pada data penyaluran beras SPHP terbaru dari Perum Bulog, total penyaluran beras SPHP per 10 Oktober 2024 telah mencapai 1.171.173.731 kilogram beras atau 1,17 juta ton beras. Wilayah terbanyak dalam menyalurkan beras SPHP adalah DKI Jakarta dan Banten mencapai 288.097.360 kilogram beras dari target 260.000.000 kilogram beras. Selain itu, wilayah Jawa Timur juga menjadi wilayah dengan angka realisasi penyaluran beras SPHP tertinggi berikutnya, yakni mencapai 112.255.759 kilogram beras dari target 105.000.000 kilogram beras.
Direktur Bisnis Perum Bulog Febby Novita menjelaskan, beras SPHP diambil dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang bersumber dari penyerapan beras petani dalam negeri dan juga beras impor. Meskipun harga beras di pasaran mengalami kenaikan, beras SPHP akan tetap stabil dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp12.500 per kilogram. Hal ini dikarenakan beras SPHP mendapatkan subsidi dari pemerintah sehingga dalam proses pembelian hingga penjualan untuk end user harus memenuhi aturan yang telah ditetapkan.
"Poin pertama, kita harus menyerap dalam negeri dulu, pasti. Sampai September 2024 kurang lebih sudah 1 juta ton gabah petani lokal yang sudah diserap oleh Bulog," ujar Febby dalam wawancara ekslusif bersama para jurnalis penerima Fellowship Bulog di Bali, Kamis (19/9/2024).
Berdasarkan aturan yang ada, harga beli di penggilingan petani lokal dengan spesifikasi derajat sosoh minimal 95 persen, kadar air maksimal 14 persen dan butir patah maksimal 20 persen untuk CBP tidak boleh lebih dari Rp11.000 per kilogram. Namun, apabila beras penggilingan dibandrol lebih dari Rp11.000, maka beras yang dibeli Bulog tersebut akan diperuntukkan sebagai beras komersial, tidak bisa masuk sebagai beras CBP. Nantinya beras tersebut akan diolah menjadi beras komersial kualitas premium yang dipasarkan dengan berbagai merek seperti Beras KITA, beras Fortivit, beras Punokawan, beras Nanas Madu dan beras olahan dari singkong atau beras Besita.
Saat panen raya tiba, Bulog biasanya bisa mendapatkan beras petani lokal sesuai spesifikasi yang dibutuhkan dengan harga di bawah Rp11.000. Namun, di luar musim panen raya cukup sulit mendapatkan harga beras yang cocok sesuai dengan spesifikasi tersebut. Untuk menyiasatinya maka dilakukan impor beras untuk memastikan stok CBP tetap aman.
"SPHP harus dijual Rp11.000, itu harga di pintu gudang sesuai aturan. Bayangkan kalau beli Rp11.000 harus jual Rp11.000. Padahal ada biaya produksi lagi ya, pengemasan, distribusi ngangkut dari sana ke sini," jelasnya.
Transformasi Citra Beras Bulog
Wajah baru beras Bulog yang semakin berkualitas tidak terlepas dari proses transformasi yang dijalankan oleh Bulog beberapa tahun terakhir. Beras keluaran Bulog yang dahulu dikenal banyak kutu, kini berubah menjadi beras putih, bersih, dan bebas kutu. Terlebih beras SPHP memiliki tampilan kemasan premium dan bisa didapatkan di berbagai toko kelontong hingga ritel modern membuatnya semakin dikenal.
Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Arwakhudin Widiarso mengatakan, transformasi Bulog dilakukan melalui perbaikan rantai pasok pangan dari hulu ke hilir. Bulog terus berbenah diri meningkatkan kualitas dimulai dari meningkatkan kualitas bahan baku melalui modernisasi infrastruktur dan teknologi.
Bulog telah mengembangkan infrastruktur penggilingan padi dan pengolahan beras menggunakan mesin modern bernama Modern Rice Milling Plant (MRMP) atau biasa disebut Sentra Penggilingan Padi (SPP). Teknologi ramah lingkungan ini dilengkapi dengan dryer untuk mengeringkan gabah berkapasitas 120 ton per hari dan unit penggilingan padi (RMU) untuk mengonversi gabah menjadi beras dengan kapasitas 6 ton per jam. Selain itu, SPP dilengkapi dengan mesin husker untuk membersihkan kulit gabah, destoner untuk membersihkan krikil, mist polisher untuk membersihkan dan memoles beras hingga color sorter untuk menyortir warna beras. Dengan teknologi terbaru ini, mutu beras yang diproduksi oleh Bulog meningkat.
Saat ini, Bulog telah memiliki 10 unit SPP yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia meliputi Subang, Sragen, Kendal, Karawang, Lampung, Bojonegoro, Magetan, Jember, Banyuwangi dan Sumbawa. Beras-beras yang diproduksi di SPP nantinya akan didistribusikan ke seluruh Indonesia.
Selain itu, Bulog juga mengembangkan Sentra Pengolahan Beras (SPB) atau disebut juga Rice to Rice (R to R). SPB adalah mesin pengolahan beras modern yang digunakan untuk mengolah ulang beras sesuai permintaan pasar. Dengan menggunakan teknologi ini, beras asalan akan diolah dan ditingkatkan kualitasnya menjadi beras premium sebelum didistribusikan. Sampai saat ini Bulog telah memiliki tujuh unit SPB yang tersebar di DKI Jakarta, Indramayu, Sukoharjo, Sidoarjo, Lombok Timur, Makassar dan Sidrap.
Bulog juga telah melakukan digitalisasi sistem gudang menggunakan Warehouse Management System (WMS), yakni perangkat lunak yang dikembangkan oleh Bulog untuk mengelola dan mengendalikan operasional gudang. WMS menciptakan efisiensi biaya dan mendukung efektivitas manajemen karena dapat membantu melakukan manajemen inventaris barang, pemenuhan pesanan hingga mengatur pergerakan barang di gudang. Merujuk pada data Bulog per 25 Juni 2024, saat ini sudah ada 31 gudang di beberapa kota besar di Indonesia yang mengunakan WMS. Seluruh modernisasi infrastuktur dan teknologi ditargetkan akan terealisasi 100 persen merata di seluruh sentra dan gudang Bulog di Indonesia pada tahun 2029.
"Teknologi ini (SPP, SPB dan WMS) sudah dibangun sejak tahun 2019-2020. Mulai efektif di tahun 2023 akhir dan tahun 2024 ini sudah berjalan secara optimal," ujar Widi.
Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Perum Bulog, Sonya Mamoriska mengatakan untuk mendukung modernisasi indrastruktur dan teknologi yang telah dikembangkan, Bulog menerapkan standar mutu kualitas yang ketat dalam proses pengadaan, penyimpanan dan distribusi beras.
Selanjutnya, Bulog juga memperkuat kerja sama dengan dengan petani dan produsen lokal melalui program Mitra Tani. Hal ini bertujuan untuk memastikan pasokan bahan baku gabah atau beras yang berkualitas tinggi serta membantu meningkatkan kesejahteraan petani. Bulog juga memastikan distribusi tepat waktu dan merata ke seluruh Indonesia untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan beras berkualitas.
Dari segi sumber daya manusia, Bulog juga rutin mengadakan pelatihan dan pengembangan untuk meningkatkan keterampilan karyawan, serta menarik talenta baru yang berpengalaman di bidang manajemen logistik dan distribusi. Tak hanya itu, Bulog telah melakukan corporate branding dengan memperkenalkan logo dan jargon baru, yakni 'mengantarkan kebaikan'. Corporate branding ini sejalan dengan peran Bulog sebagai kepanjangan pemerintah yang menangani stabilisasi harga pangan hingga penyaluran bantuan sosial.
"Perum Bulog telah melakukan berbagai transformasi ini untuk meningkatkan kualitas beras yang dihasilkan," ujar Sonya dalam keterangannya kepada Suara.com, Rabu (9/10/2024).
Sonya menjelaskan, Bulog telah merancang target transformasi dapat terealisasi sempurna pada 2029 sesuai dengan Rencana Jangka Panjang Perum Bulog yang telah dirumuskan. Untuk mencapai target tersebut, Bulog telah menetapkan tujuan berdasarkan tiga pilar utama dan launch pads pendukung.
Pilar pertama adalah leading Public Service Obligation (PSO) vehicle untuk mendukung pemerintah memastikan ketersediaan, keterjangkauan pangan bagi konsumen dan mendukung kesejahteraan petani. Untuk mencapainya, Bulog akan melakukan pemanfaatan neraca pangan gabungan berbasis Artificial Intelligence, realisasi closed loop farming atau membina petani lokal untuk mendapatkan beras berkualitas dengan offtake 500.000 hektar lahan pertanian, mengembangkan kemitraan pasokan luar negeri yang seluruhnya ditargetkan bisa diimplementasikan pada tahun 2029.
“Di tahun 2025 ini akan diluncurkan Super Apps BULOG Klik, penggabungan dan pengembangan aplikasi My RPK dan Klik SPHP untuk meningkatkan pelayanan terhadap konsumen,” ungkap Sonya.
Pilar kedua adalah supply chain 4.0 backbone dengan melakukan optimalisasi dan digitalisasi operasi rantai pasok ketersediaan pangan melalui penerapan WMS dan pembangungan Supply Chain Control Tower (SCTT) yang sepenuhnya akan bisa terimplementasi di tahun 2029.
Ketiga yakni commercial PSO booster dengan mengembangkan portofolio yang melengkapi PSO, menyeimbangkan profitabilitas secara berkelanjutan dan tanggung jawab sosial, melalui antara lain: optimasi utilitas SPP, penguatan bisnis padi jagung kedelai, penerapan strategi cross sell hingga program customer engagement dan customer retention yang sepenuhnya akan terimplentasi secara bertahap hingga 2029.
Adapun launch pads pendukungnya yakni mempersiapkan transformasi inti dan memenuhi kebutuhan bisnis untuk mencapai tujuan yaitu melalui penguatan manajamen risiko yang unggul dan penerapan budaya risiko yang mulai diimplentasikan sepenuhnya di tahun 2025.
“Selain itu dilakukan penyempurnaan sistem, proses, tools dan kapabilitas SDM juga sudah mulai tahun 2024 dan terus bertahap hingga 2029,” imbuh Sonya.
Selain berhasil meningkatkan kualitas beras, transformasi Bulog juga berdampak positif pada kinerja keuangan perusahaan. Berdasarkan laporan keuangan Perum Bulog, pendapatan Perum Bulog yang diperoleh dari segmen pelayanan publik (PSO), dan segmen Komersial dilaporkan mengalami peningkatan signifikan. Pendapatan Perum Bulog tahun 2023 tercatat sebesar Rp46,07 triliun yang terdiri atas pendapatan PSO sebesar Rp33,2 triliun dan sektor komersial sebesar Rp12,8 triliun. Jumlah pendapatan ini meningkat signifikan 74,25 persen dibandingkan tahun 2022 sebesar Rp26,44 triliun yang terdiri atas pendapatan PSO sebesar Rp16,9 triliun dan komersial sebesar Rp9,4 triliun. Sementara itu, pada tahun 2021 Perum Bulog membukukan pendapatan sebesar 21,96 triliun yang terdiri atas pendapatan PSO sebesar Rp12,6 triliun dan komersial sebesar Rp9,33 triliun.
Sementara itu, laba bersih Perum Bulog periode Januari-Juni 2024 tercatat telah mencapai Rp808 miliar atau naik 78 persen dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama. Adapun laba bersih Perum Bulog sepanjang tahun 2023 mencapai Rp820,19 miliar atau tumbuh 146,17 persen dibandingkan laba bersih tahun 2022 sebesar Rp333,18 miliar dan Rp256,80 di tahun 2021.
Kunci Kesuksesan Transformasi
Wakil Rektor Universitas Insan Cita Indonesia Lely Pelitasari Soebekty mengapresiasi wajah baru Bulog saat ini yang sukses menghasilkan beras berkualitas dengan harga murah dan mampu menjalankan peran dengan baik dalam menjaga stabilitas harga beras. Menurut akademisi lulusan S2 Perencanaan dan Kebijakan Publik Institut Pertanian Bogor ini, transformasi Bulog sesungguhnya sudah dimulai sejak 2003 saat Bulog awalnya sebagai lembaga pemerintah berubah menjadi Perum Bulog di bawah naungan Kementerian BUMN. Lely yang pernah berkarier di Bulog sejak 1996 sampai 2015 ini melihat transformasi besar-besaran mulai terjadi di tubuh Bulog selama setahun terakhir.
"Dihitung saja dari 2003 berarti 21 tahun. Butuh 21 tahun untuk membuktikan bahwa Bulog kita bisa menghasilkan beras bagus. Nah, saya melihat sembilan bulan kepemimpinan kemarin bisa membuat spirit (transformasi)" ujar Lely.
Mantan Direktur Pelayanan Publik Perum Bulog tahun 2015 ini menilai, ada dua kunci utama yang menyebabkan proses transformasi dalam sebuah perusahaan bisa berjalan dengan cepat. Kunci utama yang sangat dominan adalah komitmen dari pimpinan perusahaan. Seorang pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan kuat dan mampu memaksimalkan aset serta sumber daya perusahaan dengan maksimal bisa mendorong transformasi lebih cepat.
"Figur pimpinan puncak itu sangat menentukan, karena berbeda pemimpin mungkin berbeda bahasa dan kepemimpinannya," kata Lely.
Poin kedua yang menjadi fokus transformasi adalah peningkatan kapasitas pegawai dari dalam perusahaan. Mantan Wakil Ketua Ombudsman RI periode 2016-2021 ini menilai, target transformasi yang tinggi tidak akan pernah bisa dicapai jika tidak ada upaya meningkatkan kemampuan pegawai. Oleh karena itu, perusahaan juga wajib memikirkan capacity building pegawai agar pegawai yang menjalankan sistem baru lebih siap dan mampu bekerja secara maksimal.
"Kalau kita ingin membuat bisnis proses dan sistem sebagus apapun, sementara pegawainya nggak ditingkatkan kapasitasnya, di-upgrade gitu ya, itu sulit," ungkap Lely.
Terkait beras SPHP, Lely meminta agar Bulog memperkuat branding beras SPHP sebagai beras berkualitas yang dikeluarkan oleh Bulog. Hal ini dikarenakan temuan di lapangan masih banyak masyarakat menganggap beras SPHP bukan keluaran Bulog karena memiliki kualitas yang baik. Ia berharap beras SPHP ke depan bisa menjadi pilihan beras nomor satu atau top of mind masyarakat luas.
"Kalau dulu karung Bulog yang ada logo matahari itu sudah membekas, tiap lihat karung itu orang sudah tahu 'Oh itu dari Bulog'. Nah, kalau SPHP mungkin bisa (di-branding seperti itu)" ungkap Lely.
*Karya jurnalistik ini diproduksi dalam rangka proyek fellowship Perum Bulog.