Suara.com - Sebentar lagi, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia untuk periode 2024-2029.
Menjelang pelantikan ini, banyak pemberitaan beredar tentang jumlah kementerian dalam pemerintahan baru, dengan kabar menyebutkan bahwa akan ada 46 kementerian dan lembaga.
Menyikapi isu ini, Manajer Riset dan Program dari The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Purbolaksono menegaskan bahwa menambah jumlah kementerian tidak otomatis menjamin munculnya kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Ia mengingatkan bahwa pembenahan dalam proses pembuatan kebijakan juga sangat penting.
Baca Juga: Kontroversi Giring Ganesha, Dulu Penyanyi Kini Dipanggil Jadi Calon Wakil Menteri
“Pemerintahan Prabowo-Gibran perlu memperbaiki proses pembuatan kebijakan di kementerian dan lembaga. Kelembagaan yang baik akan mendukung kebijakan yang inklusif dan memajukan ekonomi. Namun, kelembagaan yang lemah dapat menghalangi pembuat kebijakan untuk memahami dan merumuskan masalah yang ada,” jelas Arfianto dalam keterangan tertulis yang diterima Suara.com.
Lebih lanjut, Arfianto menyatakan bahwa pendekatan kebijakan berbasis bukti dan riset harus diutamakan. Ini bertujuan untuk menghasilkan kebijakan yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan publik.
Sayangnya, masalah sering muncul akibat kurangnya data valid atau pengabaian data, yang dapat menyebabkan kontroversi dalam kebijakan pemerintah.
“Pengelolaan data di Indonesia sering kali kacau, dengan tumpang tindih informasi antara kementerian. Meskipun ada aturan Satu Data Indonesia dan Indonesia berperan dalam Open Government Partnership, tantangan tetap ada,” ungkapnya.
Ia juga menekankan pentingnya partisipasi publik yang lebih bermakna dalam perumusan kebijakan. Keterlibatan masyarakat dalam proses ini sering kali hanya bersifat formal, yang dapat menimbulkan kritik karena kebijakan dirumuskan secara eksklusif.
“Proses perumusan kebijakan seharusnya memberikan ruang bagi publik, termasuk kelompok masyarakat sipil, untuk mendapatkan informasi dan berkontribusi secara nyata. Ini penting untuk memastikan kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa pemerintah Prabowo-Gibran perlu memprioritaskan peningkatan manajemen data dan informasi.
Kerja sama dengan lembaga penelitian dan kelompok masyarakat sipil harus didorong untuk menciptakan kebijakan yang inklusif.