Suara.com - Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo (Jokowi) sama-sama menjadi presiden RI selama dua periode atau 10 tahun. Meski menghabiskan waktu yang sama sebagai presiden, Jokowi dinilai lebih buruk dalam menjalankan demokrasi.
Pengamat politik dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad menyebut kalau persoalan utama dari kepemimpinan Jokowi ialah tidak ada komitmen yang serius untuk menjaga demokrasi.
"Beliau tidak punya perhatian, dan saya kira memang ini diskursus sejak lama, bahwa Pak Jokowi itu lebih perhatian pada aspek pembangunan ekonomi dibanding pada aspek demokrasi. Agak beda dengan di masa Pak SBY," kata Saidiman saat dihubungi Suara.com, Selasa (15/10/2024).
Menurut Saidiman, pada era SBY juga ada segala macam kekurangan serta kasus-kasus yang cukup serius. Namun demikian, pengawasannya masih dilakukan cukup seimbang.
Baca Juga: 10 Tahun Jokowi, Menkominfo Budi Arie: Optimis Indonesia Jadi Negara Maju
Pemerintahan SBY dinilai tidak menganggap demokrasi sebagai penghalang pembangunan ekonomi.
"Tetapi di masa Pak Jokowi, ada semacam penomorduaan demokrasi, yang kemudian pada akhirnya Pak Jokowi merasa tidak ada persoalan," katanya.
Salah satu dosa Jokowi dalam pemburukan demokrasi, kata Saidiman, telah dilakukan sejak pertama kali membentuk Kabinet Kerja jilid 2 dengan menggandeng Prabowo Subianto sebagai menterinya. Padahal pada Pilpres 2019, Prabowo merupakan lawan politik Jokowi.
Jokowi disebut menganggap keputusan itu baik-baik saja, bahkan dikatakan demi persatuan. Padahal, lanjut Saidiman, dengan dalih persatuan itu yang terjadi pada akhirnya justru pelemahan oposisi.
"Kualitas demokrasi kita semakin turun, terutama di era kedua Pak Jokowi," pungkasnya.
Baca Juga: Jokowi Kumpulkan Investasi Senilai Rp 9.117,4 Triliun Selama 10 Tahun