Suara.com - Pada tahun 1990-an, Anat Saban bergabung dengan gerakan ibu-ibu yang memprotes pengiriman anak-anak mereka untuk berperang dalam konflik pertama Israel melawan Hezbollah di Lebanon.
“Kami dituduh berpikir dari rahim kami,” ungkapnya kepada Sky News, dikutip Suara.com pada Rabu.
Putranya bertugas di Lebanon dari tahun 1996 hingga 1997.
“Namun, saya percaya kelebihan kami adalah berpikir tidak hanya dengan akal, tetapi juga dengan perasaan sebagai seorang ibu.” katanya.

Demontrasi damai yang dilakukan oleh kelompok yang dikenal sebagai Four Mothers berhasil menekan pemerintah saat itu untuk menarik pasukan Israel dari Lebanon utara pada tahun 2000. Namun, lebih dari dua dekade kemudian, ketika pasukan kembali dikerahkan di Lebanon, Anat, yang kini berusia 76 tahun, merasa khawatir mengenai misi tersebut dan keselamatan pasukannya.
Serangan kejam oleh Hamas pada 7 Oktober tahun lalu membuatnya was-was, terutama jika Hezbollah meluncurkan serangan serupa di daerah tempat tinggalnya.
“Saya takut mereka akan datang dari terowongan, menggunakan parasut, sesuatu yang di luar kendali kami,” jelasnya.
“Ketakutan ini begitu dalam sehingga saya tidak tahu apakah saya bisa pulih darinya.” lanjut Anat Saban.
Ketakutan ini memaksa Anat dan puluhan ribu orang Israel lainnya untuk meninggalkan rumah mereka di utara Israel setahun yang lalu. Kini, ia tinggal di apartemen sewaan bersama suaminya di Tel Aviv, merasa tidak yakin apakah ia akan pernah merasa cukup aman untuk kembali ke kampung halamannya di Shlomi.
“Saya merasa takut. Saya bertanya pada diri sendiri, ‘Bagaimana saya bisa pulang? Bagaimana saya bisa duduk di rumah dan merasa tenang?’” katanya.