Suara.com - Ketidakpercayaan Gedung Putih terhadap pemerintahan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, semakin meningkat dalam beberapa pekan terakhir, terutama saat Tel Aviv terlibat dalam berbagai konflik di wilayah itu, menurut laporan yang dirilis pada Selasa (8/10).
Kepercayaan Washington mulai memudar saat Israel bersiap untuk merespons serangan rudal balistik dari Iran yang diluncurkan pekan lalu. Teheran mengklaim serangan tersebut sebagai tindakan balasan atas pembunuhan pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran pada Juli lalu, serta Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah, di Beirut bulan lalu.
Empat pejabat Amerika Serikat (AS) menyatakan kepada Axios bahwa Washington tidak menentang aksi balasan Israel, tetapi menginginkan serangan tersebut dilakukan secara hati-hati.
"Kepercayaan kami terhadap Israel saat ini sangat rendah, dan itu dapat dimengerti," kata salah satu pejabat tersebut.
Baca Juga: Jaringan Prostitusi Kelas Atas Terbongkar di AS, Politisi hingga Eksekutif Jadi Pelanggan
Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan, pekan lalu menyampaikan kepada mitranya dari Israel, Ron Dermer, bahwa AS mengharapkan "kejelasan dan transparansi" dari Israel dalam merencanakan tanggapannya, mengingat bahwa serangan Israel dapat memengaruhi keamanan pasukan dan kepentingan AS di kawasan tersebut.
Sullivan juga mengindikasikan bahwa jika pemerintahan Biden tidak diberi tahu sebelumnya, AS mungkin tidak akan secara otomatis campur tangan untuk mencegah serangan rudal balistik dari Iran, menurut Axios. Dermer dilaporkan menyatakan bahwa Israel ingin mempertahankan hubungan baik dengan AS, namun sejumlah pejabat meragukan hal ini.
AS tidak diberitahu mengenai pembunuhan Haniyeh, yang terjadi hanya beberapa hari setelah Netanyahu meyakinkan Biden bahwa dia akan berupaya memajukan gencatan senjata dan kesepakatan sandera di Gaza. Demikian pula, AS tidak diberitahu tentang serangan yang menewaskan pemimpin Hizbullah dan serangkaian ledakan yang menargetkan perangkat komunikasi kelompok tersebut.
Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, dikabarkan kecewa ketika diberi tahu tentang serangan yang menewaskan Nasrallah hanya beberapa menit sebelum jet-jet Israel menjatuhkan puluhan bom di pinggiran selatan Beirut. Austin merasakan bahwa waktu pemberitahuan tersebut tidak memadai untuk meningkatkan keamanan pasukan AS di kawasan tersebut.
Beberapa pejabat menyebutkan bahwa Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, mengatakan kepada Austin bahwa Netanyahu meminta agar tidak memberikan pemberitahuan sebelumnya kepada Washington.
Baca Juga: Operasi Badai Al-Aqsa Dinilai Jadi Fenomena Unik, Awal dari Perubahan Wajah Timur Tengah?
Kunjungan Gallant ke Pentagon, yang dijadwalkan pada hari Rabu, dibatalkan di menit-menit terakhir, meskipun Pentagon tidak memberikan alasan, media Israel melaporkan bahwa Netanyahu melarang menterinya terbang ke Washington hingga Biden menghubunginya secara langsung.
Keputusan Netanyahu untuk menarik diri dari proposal gencatan senjata 21 hari yang didorong oleh AS di Lebanon semakin merusak kepercayaan, begitu juga dengan keputusan Israel untuk memerintahkan semua warga sipil di Gaza utara untuk mengungsi ke selatan saat mempersiapkan serangan baru.
Beberapa pejabat AS mengungkapkan kekhawatiran bahwa perintah tersebut akan mempersiapkan panggung untuk pengepungan dan bahwa warga sipil Palestina tidak akan diizinkan kembali ke wilayah tersebut. "Mereka mengatakan apa yang ingin kami dengar, tetapi masalahnya adalah kurangnya kepercayaan," kata seorang pejabat AS kepada Axios.