Pada siang hari, Layan yang berusia 15 tahun menjawab telepon Wissam dan memberi tahu bahwa semua orang di dalam mobil sedang tidur dan bahwa ia serta Hind terluka.
"Kami menyuruhnya untuk mengikat luka dengan scarf-nya," kata Wissam.
Namun, Layan tidak bisa bergerak karena mobil terlalu penuh. Dalam situasi genting itu, Hind sempat berbicara dengan ibunya melalui telepon, menjawab permintaan ibunya untuk keluar dari mobil.
"Saya berharap, Mama, saya berharap. Mereka semua di sekitar saya, Mama," teriak Hind dengan suara panik sebelum saluran terputus.
Usaha penyelamatan dilakukan oleh Palang Merah Palestina (PRCS), tetapi mereka menghadapi tantangan dalam mengoordinasikan akses ke lokasi, mengingat situasi yang berbahaya. Setelah berjam-jam menunggu, akhirnya, izin untuk mengirim ambulans pun diberikan. Sayangnya, saat ambulans mendekati lokasi, kedua paramedis di dalamnya, Yusuf Zeino dan Ahmed al Madhoun, tewas terkena tembakan.
Sebuah rekaman komunikasi menakutkan menunjukkan momen-momen terakhir sebelum ambulans tersebut terputus kontak.
"Oh, di sana dia," ucap salah satu paramedis sebelum suara tembakan berat menghentikan komunikasi.
Hingga saat ini, kisah Hind dan keluarganya tetap menjadi pengingat tragis tentang realitas kekerasan yang melanda Gaza. Sementara ibunya, Wissam, terus berjuang untuk keadilan, dunia di luar sana menyaksikan dan berusaha memahami dampak dari konflik yang berkepanjangan ini. Keluarga Hamada, seperti ribuan yang lain, berhak untuk diingat dan untuk keadilan.
Baca Juga: 115 Warga Palestina Tewas Setiap Hari! Malaysia Desak Dunia Hentikan Kebisuan Atas Kekejaman Israel