Suara.com - Pada hari pertama setiap bulan, Gereja Our Lady of Vefa di Istanbul dipadati oleh antrean umat yang panjangnya mencapai lebih dari 200 meter. Namun, pemandangan ini bukanlah hal yang biasa di banyak gereja di Turki.
Gereja Ortodoks Yunani yang terletak di balik tembok tinggi ini menarik perhatian umat dari berbagai agama, termasuk Muslim dan Kristen, yang datang dengan satu tujuan yakni, menyampaikan permohonan mereka di tempat suci tersebut.
Salah satu pengunjung, Emine Sanli, seorang wanita Muslim berusia 58 tahun, berbagi pengalamannya.
"Kami datang bersama teman-teman dan semua keinginan kami menjadi kenyataan," katanya dikutip suara.com dari al arabiya.
Baca Juga: Pandangan Hukum Islam Membunuh Karena Membela Diri, Apakah Berdosa?
Ia mengaku sembuh dari masalah tangan yang dialaminya setelah minum air dari mata air di bawah gereja yang diyakini diberkati oleh pendeta.
"Tapi ini pertama kalinya saya melihat kerumunan sebanyak ini, mungkin karena ekonomi sedang buruk," tambahnya dengan bercanda.
Saat memasuki gereja, para pengunjung membeli kunci-kunci kecil dan sesaji yang melambangkan berbagai harapan—mulai dari kesehatan, kesuksesan, hingga cinta yang abadi.
Sementara itu, Tamar Khurtsidze, seorang turis asal Georgia yang juga pernah datang tahun lalu, berjalan di sepanjang antrean sambil membagikan permen, sebuah tradisi Muslim yang dilakukan ketika permohonan terkabul.
“Ketika keinginan menjadi kenyataan, Anda harus datang dan memberikan permen kepada orang-orang,” katanya sambil tersenyum lebar.
Baca Juga: Bolehkah Mengemis Dalam Islam? Berikut Dalilnya
Beda Keyakinan, Namun Sama di Mata Tuhan
Bagi Aysun Zirhli, 49 tahun, tidak ada yang aneh dengan seorang Muslim yang berdoa di gereja.
"Kita semua boleh punya agama yang berbeda, tapi kita semua anak Tuhan," ucapnya dengan tulus.
Hal ini mencerminkan rasa persaudaraan lintas agama yang kuat di antara para peziarah yang hadir. Di dalam gereja, masing-masing pengunjung menjalankan praktik keagamaan mereka sendiri, dengan umat Kristen yang membuat tanda salib dan umat Muslim yang berdoa dengan tangan terbuka.
Di kapel bawah tanah, seorang pria terlihat membungkuk untuk mengisi botol dengan air suci dari keran marmer. Sebuah tanda di dekatnya mengingatkan pengunjung untuk mencuci tangan dan muka, namun tidak kaki—praktik yang lazim dilakukan oleh umat Muslim.
Pastor Hieronymos Sotirelis dari Patriarkat Ekumenis Konstantinopel menjelaskan bahwa daya tarik gereja ini telah melampaui batas-batas agama.
"Kehadiran para peziarah dari berbagai latar belakang menunjukkan bahwa kita benar-benar dapat hidup berdampingan meskipun berbeda budaya, bahasa, agama, dan ideologi," jelasnya.
Simbol Toleransi di Tengah Keragaman
Kerumunan besar ini mengejutkan orang-orang yang lewat di kota Istanbul, di mana beberapa gereja sering kali tidak lagi digunakan atau bahkan diubah menjadi masjid. Salah satu contohnya adalah Hagia Sophia, basilika Bizantium yang diubah menjadi masjid pada tahun 2020.
Meskipun umat Kristen dulunya merupakan kelompok minoritas yang signifikan di bawah Kekaisaran Ottoman, saat ini mereka hanya mewakili sekitar 0,2 persen dari 85 juta penduduk Turki. Sejarah yang panjang dan rumit, termasuk genosida dan migrasi, telah mengurangi jumlah umat Kristen di negara ini.
Namun, di tengah situasi ini, Gereja Our Lady of Vefa berdiri sebagai simbol toleransi dan keragaman.
Karen Barkey, profesor sosiologi dan agama di Bard College, New York, menekankan bahwa tradisi berbagi ruang ibadah ini telah berlangsung lama.
"Tradisi ini sudah ada sejak zaman kekaisaran, di mana kekaisaran menyatukan banyak masyarakat yang berbeda," katanya.
Di saat dunia sedang menghadapi berbagai tantangan, kebersamaan yang terlihat di gereja ini memberikan harapan.
Serkan Esen, seorang perancang busana berusia 50 tahun, merasakan hal yang sama.
“Mengingat keadaan dunia saat ini, saya rasa ada baiknya untuk datang ke tempat seperti ini dan melihat begitu banyak orang dan agama berkumpul bersama,” tuturnya.