Suara.com - Gaza, wilayah yang telah dihantam oleh peperangan selama bertahun-tahun, kini menyisakan luka mendalam bagi generasi muda yang harus menghadapi kenyataan pahit berupa kehilangan anggota tubuh. Di tengah hiruk-pikuk kekerasan, ribuan anak-anak, termasuk balita, harus berjuang menerima hidup dengan anggota tubuh yang hilang.
Salah satu kisah memilukan datang dari Jihad, seorang balita berusia tiga tahun yang kehilangan kedua kakinya dalam serangan bom di Khan Younis. Kaki kirinya diamputasi hingga pangkal paha, sementara kaki kanannya dipotong di bawah lutut. Tidak hanya itu, Jihad juga kehilangan tiga jari di tangan kirinya. Tangisnya yang terus-menerus terdengar menggambarkan rasa sakit yang tak tertahankan. Sang ibu, Mai, menyaksikan perubahan drastis pada anaknya yang sebelumnya aktif dan ceria, kini terjebak dalam ketidakberdayaan.
“Dia terus meminta sandal, padahal dia sudah tidak punya kaki,” keluh Mai, menggambarkan rasa putus asanya.
Minimnya Akses Bantuan
Baca Juga: Venezuela Bersatu dengan Iran: Kecam Agresi Israel, Dukung Palestina dan Lebanon
Krisis di Gaza membuat akses bantuan semakin sulit. Meskipun ada upaya untuk mengirimkan bantuan ke wilayah tersebut, banyak dari bantuan medis akhirnya disalurkan ke rumah sakit terapung yang dioperasikan oleh Uni Emirat Arab di lepas pantai Mesir. Salah satu pasien di rumah sakit tersebut adalah Yazan, seorang anak berusia 10 tahun yang datang tanpa pendamping. Kaki kirinya telah diamputasi, dan di rumah sakit terapung itu, dia mendapatkan perawatan medis yang sangat dibutuhkan.
“Kami adalah keluarganya saat ini, dan kami mencoba memberikan semua dukungan yang dia perlukan,” ujar Direktur rumah sakit, Dr. Ahmed Mubarak.
Namun, meskipun Yazan tampak baik di luar, matanya yang sayu dan lingkaran hitam di bawah matanya mengisyaratkan trauma mendalam yang dia rasakan.
Harapan di Tengah Ketidakpastian
Di antara banyak anak yang terluka, ada juga Tuqa, gadis berusia 13 tahun yang harus belajar berjalan dengan dua kaki prostetik. Rasa takutnya terhadap alat baru ini sangat terlihat, namun harapan untuk bisa berjalan normal lagi tetap ada.
Baca Juga: Kepala Suku Besar Moni Tolak Keras Provokasi Perang Suku
“Aku hanya ingin bisa berjalan lagi,” ujarnya dengan suara bergetar.
Keinginannya sederhana, namun penuh makna: dia ingin kembali ke rumah, meskipun rumah itu mungkin tak lagi sama.
Kisah-kisah ini hanyalah sebagian kecil dari ribuan cerita serupa di Gaza. Menurut data PBB, sekitar seribu anak kehilangan anggota tubuh mereka hanya dalam satu bulan pada November lalu. Angka ini terus bertambah seiring dengan berlanjutnya kekerasan di wilayah tersebut.
Kehidupan yang Dipenuhi Operasi
Bagi bayi seperti Rakan, yang kehilangan kaki kanannya, masa depan akan diwarnai dengan serangkaian operasi panjang. Dengan keluarganya yang terjebak di Gaza, Rakan kini diasuh oleh neneknya di rumah sakit terapung. Meskipun usianya masih terlalu muda untuk memahami, dia menyadari bahwa dunia medis akan menjadi bagian dari kehidupannya selama bertahun-tahun ke depan.
Survivor dengan Luka Batin
Fuad, seorang remaja berusia 16 tahun, menyimpan kisah yang tak kalah tragis. Dia kehilangan satu kaki dalam serangan yang menewaskan kedua orang tuanya dan tiga saudara kandungnya. Meskipun dia selamat, luka emosionalnya mungkin akan bertahan seumur hidup. "Saya hanya melihat tentara Israel," jawab Fuad dengan marah ketika ditanya tentang siapa yang dia temui di rumah sakit Al Shifa.
Kisah-kisah ini menggambarkan realitas pahit kehidupan di Gaza. Anak-anak seperti Jihad, Yazan, Tuqa, dan Fuad adalah simbol dari generasi yang hidupnya direnggut oleh peperangan, tidak hanya kehilangan anggota tubuh, tetapi juga masa depan mereka. Di tengah harapan yang redup, mereka terus berjuang, mencari secercah cahaya di balik gelapnya kehidupan di wilayah yang dilanda konflik ini.