Komunitas Yahudi Austria Tolak Palestina Merdeka

Andi Ahmad S Suara.Com
Senin, 07 Oktober 2024 | 19:11 WIB
Komunitas Yahudi Austria Tolak Palestina Merdeka
Pengungsi Palestina mengumpulkan makanan yang disumbangkan oleh sebuah badan amal untuk berbuka puasa di Rafah, Jalur Gaza Selatan, Senin (11/3/2024). [AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komunitas Yahudi yang berada di Austria menolak Palestina merdeka, saat ini, negara mayoritas penduduk beragama Islam itu masih terus dijajah oleh Israel dengan dukungan dari Amerika Serikat (AS).

Penolakan itu terjadi saat Kongres Palestina Merdeka (Free Palestine) di Wina ibu kota Austria baru-baru ini.

Kongres Palestina Merdeka ini menghadapi penolakan dari sejumlah aktor politik, termasuk komunitas Yahudi Austria, yang menekan polisi untuk melarang acara ini.

Wilhelm Lagthaler, salah satu penyelenggara, menggambarkan pembatalan ini sebagai "penghalangan gaya Wina," namun ia mencatat bahwa rencana cadangan memungkinkan kongres itu tetap berjalan.

Baca Juga: Dramatis! Pria Coba Bakar Diri di Tengah Demo Membara Kecam Perang Gaza

Hanin Zuabi, mantan anggota parlemen Israel, dan Azzam Tamimi, seorang jurnalis Palestina-Inggris, termasuk di antara sejumlah pembicara terkemuka dalam kongres tersebut.

Pemimpin Barat Khawatir Generasi Muda Memahami 'Kebenaran' Tentang Palestina

Tamimi menyoroti perubahan persepsi global terhadap perlawanan Palestina setelah 7 Oktober 2023, dengan menyebutnya sebagai "perjuangan untuk kebebasan dan martabat melawan ideologi Zionis" ketimbang sekadar sengketa wilayah.

Ia menjelaskan bahwa para pemimpin di negara-negara Barat khawatir generasi muda akan melihat 'kebenaran' tentang perlawanan Palestina, dan mengatakan: "Mereka takut ketika anak-anak mereka menjabat 10 tahun lagi, mereka akan melihat dunia dengan cara yang berbeda. Anak-anak mereka akan berada di pihak keadilan dan Palestina."

Zuabi menegaskan bahwa tindakan Israel menargetkan semua warga Palestina, bukan hanya kelompok perlawanan Palestina, Hamas, dan menyatakan bahwa Israel menganggap keberadaan mereka sebagai ancaman.

Baca Juga: "Hancur Menjadi Puing-Puing": Laporan PBB Ungkap 66% Bangunan di Gaza Hancur

Meskipun menghadapi tantangan, para penyelenggara kongres melaporkan banyak orang menghadiri acara tersebut, yang menandakan minat internasional terus berlanjut terhadap perjuangan Palestina merdeka.

Konflik Israel-Palestina

Sudah ada puluhan ribu orang tewas di Jalur Gaza, Palestina imbas serangan yang diluncurkan oleh Israel pada 7 Oktober 2024 hingga detik ini.

Hal itu tentu menjadi sorotan banyak pihak di berbagai negara. Kali ini Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia (UI), Sya'roni Rofii turut buka suara.

Perlu diketahui, bahwa konflik Palestina dan Israel terhitung telah terjadi lebih dari setengah abad lalu. Berbagai langkah diplomatik dalam bentuk perjanjian dan prakarsa telah beberapa kali dilakukan untuk mencapai perdamaian.

Namun, berbagai upaya tersebut tidak berhasil dan konflik antar keduanya masih terjadi hingga saat ini.

Kepada Suara.com, Sya'roni sapaan akrabnya memberikan gambaran sekilas soal konflik Israel vs Palestina tersebut.

Peristiwa itu kata dia tentunya tidak lepas dari adanya serangan pada 7 Oktober 2024 oleh kelompok Hamas ke Israel.

Hal tersebut tentunya menjadi sebuah peristiwa yang tidak dapat diprediksi oleh Israel, meski negara Zionis itu memiliki intelijen yang luar biasa hebatnya.

"Menurut saya apa yang terjadi saat ini memang tidak lepas dari peristiwa 7 Oktober 2023, dimana ada serangan dari Hamas ke Israel. Kemudian serangan itu menjadi sesuatu tidak diprediksi Israel, kendati Israel memiliki intelijen yang luar biasa hebatnya," katanya dihubungi Suara.com.

Padahal, banyak negara yang menilai pertahanan Israel sangat sulit ditembus. Namun, peristiwa 7 Oktober itu dibantah keras dengan adanya serangan dari Hamas.

"Pertahanan di udara dan darat dan semua teritori kelihatannya susah ditembus, tapi bisa ditembus juga (Oleh Hamas)," dia berujar.

Tentunya, kata pengamat UI itu, serangan yang dilancarkan oleh Hamas tentu menjadi pukulan besar bagi Israel.

"Bagi Israel itu pukulan, bahaimana mereka berusaha untuk memulihkan citra kekuatan penting di kawasan. Lebih dari itu, ada sandera yang di ambil oleh Hamas jumlahnya kurang lebih ratusan, ada yang dilepas ada juga yang masih disandera," imbuh dia.

Namun, ditengah tujuan PM Israel, Benjamin Netanyahu melakukan politik Membumihanguskan Gaza, ada tekanan dari warganya sendiri untuk membebaskan sandera.

"Jadi memang di Israel sendiri saya kira, pemerintah PM Israel, Benjamin Netanyahu mendapat tekanan dari warga Israel, bahwa sandera harus dibebaskan disisi lain natanyahu menggunakan membebaskan sandera politik bumi hangus," ucap Roni sapaan akrabnya juga.

Dia menilai, bahwa peristiwa yang saat ini terjadi di Gaza merupakan sejarah dan konflik baru Israel-Palestina, hingga memerlukan sudut pandang yang cukup luas.

"Dan berusaha membumi hanguskan Gaza, sehingga pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan. Saya kira peristiwa terakhir itu adalah babak baru dalam sejarah konflik Israel Palestina. Saya kira ini merupakan sejarah konflik ini. Ini memerlukan sudut pandang sangat luas," tegasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI