Selama 2024, KontraS Sebut Aparat TNI Berulang Kali Lakukan Kekerasan terhadap Masyarakat Sipil

Jum'at, 04 Oktober 2024 | 21:55 WIB
Selama 2024, KontraS Sebut Aparat TNI Berulang Kali Lakukan Kekerasan terhadap Masyarakat Sipil
Ilustrasi tentara. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sepanjang Tahun 2024, TNI tercatat berulang kali lakukan tindak kekerasan terhadap masyarakat sipil. Catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), TNI bahkan pernah melakukan kekerasan dalam situasi yang sebenarnya bukan di ranahnya.

Seperti kejadian tawuran di bantaran rel kereta api Perumnas Mandala, Kecamatan Percut Sei Tuan, Deliserdang, Sumatera Utara (Sumut) yang terjadi pada akhir Mei 2024 lalu. Kejadian itu menimbulkan korban jiwa, anak di bawah umur, Mikael Histon Sitanggang tewas akibat tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh prajurit TNI.

"Keterlibatan TNI dalam 'mengamankan' aksi tawuran pun patut dipertanyakan, tawuran merupakan persoalan ketertiban dan penegakan hukum yang seharusnya menjadi ranah Kepolisian," kata Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya dalam konferensi pers Hari TNI 2024 secara virtual, Jumat (4/10/2024).

Keterlibatan prajurit TNI dalam menangani permasalahan tawuran, menurut KontraS, sebagai pelanggaran prinsip pemisahan fungsi antara militer dan kepolisian, yang telah ditekankan dalam UU TNI dan UU Polri.

Baca Juga: KontraS Sebut 64 Kasus Kekerasan oleh TNI Terjadi Dalam Setahun, Salah Satunya di Papua

Tak hanya itu, aksi-aksi demonstrasi juga turut diwarnai keikutsertaan TNI dalam upaya 'mengamankan' demonstran. Misalnya, keterlibatan beberapa prajurit TNI saat pencegahan, penyerangan, sampai pembubaran paksa terhadap peserta dan panitia acara diskusi People’s Water Forum (PWF) di Denpasar lalu pada 19 April 2024.

Kemudian, aksi mengawal putusan MK dan dalam rangkaian aksi #PeringatanDarurat pada 22 Agustus lalu.

Temuan koalisi masyarakat sipil menyatakan bahwa pengamanan yang dilakukan oleh prajurit TNI disertai penangkapan dengan tindak kekerasan seperti memukul, menyeret, menendang massa aksi yang dilakukan tidak dengan tangan kosong, melainkan menggunakan alat-alat seperti baton maupun perisai.

"Berbagai peristiwa tersebut menunjukkan adanya penyimpangan terhadap fungsi TNI sebagaimana diatur oleh UU TNI," ujarnya.

KontraS coba mengingatkan bahwa aparat TNI harusnya menjalankan tugas secara demokratis dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi, menghormati supremasi sipil, dan melindungi hak asasi manusia, sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 UU TNI mengenai jati diri TNI.

Baca Juga: HUT TNI ke-79: Tema, Logo, dan Acara Puncak di Silang Monas

Dimas menegaskan bahwa penyampaian pendapat di muka umum dan berbagai bentuk kebebasan sipil lainnya tidak boleh dipandang sebagai ancaman yang harus ditangkal.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI