Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Jokowi Teken Perpres PKUB: Isinya Lebih Parah dari PBM

Jum'at, 04 Oktober 2024 | 18:31 WIB
Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Jokowi Teken Perpres PKUB: Isinya Lebih Parah dari PBM
Ilustrasi keberagamaan. [Suara.com/Aldie Syaf Bhuana]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Rancangan Perpres Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (PKUB), Lola Marina Fernandes menyoroti kehadiran Perpres PKUB yang dinilai sama saja dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) No 9 dan No 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.

Lola mengatakan bahwa PBM tersebut masih berpolemik, kekinian justru ditambah dengan kehadiran Perpres PKUB. Menurutnya isi dari aturan tersebut sama saja, bahkan bisa jadi lebih parah.

Kemudian, ia menganalogikan aturan tersebut seperti HP hanya berganti casing. Isinya tetap sama, hanya chasing-nya yang berubah.

"Jadi yang mau saya sharing di sini bahwa kenapa alasan kami ikut serta dalam penolakan perpres karena draf yang sampai ke kami itu isinya pun bahkan lebih sadis atau lebih ganas daripada isi di dalam PBM sendiri," kata Lola dalam konferensi pers secara daring, Jumat (4/10/2024).

Lola menyoroti Rancangan Perpres PKUB ini masih rentan dengan ketentuan-ketentuan yang diskriminatif dan tidak inklusif. Mengingat Rancangan Perpres PKUB masih memuat syarat dukungan 90 (dari pengguna rumah ibadah) dan 60 (dari masyarakat sekitar) ketika hendak membangun rumah ibadah.

Menurutnya aturan tersebut menjadi legitimasi bagi kelompok-kelompok tertentu untuk menghambat pemenuhan hak tempat beribadah, terutama melalui kewajiban dukungan persetujuan dari 60 warga non-pengguna rumah ibadah yang sulit untuk dipenuhi.

Ia berpandangan adanya aturan tersebut juga menganggu hubungan antarwarga. Sebab, menurutnya sebelum ada aturan tersebut kehidupan bertetangga terjadi secara damai, tapi hal sebaliknya terjadi usai adanya persyaratan 90 dan 60 tersebut.

"Sajauh ini kita dampingi itu ketika tidak ada aturan syarat pendirian rumah ibadah seperti yang ada dalam PBM, 90 pengguna dan 60 pendukung yang disahkan oleh pemerintah setempat itu kehidupan di akar rumput atau kehidupan bertetangga, berwarga, kekerabatan itu terjalin sangat baik," kata Lola.

Lola yang aktif di Cis Timor, Nusa Tenggara Timur, melihat persyaratan 90 dan 60 itu menjadi permasalahan yang memberikan dampak adanya dinamika di tengah kehidupan bermasyarakat. Mengingat persyaratan tersebut seolah memberikan kewenangan kepada kelompok tertentu untuk memberikan izin atau tidak terhadap pendirian rumah ibadah.

Baca Juga: MUI Tunggu Penjelasan Kemenag Soal Pendirian Rumah Ibadah Tanpa Rekomendasi FKUB

“Jadi atas dasar aturan PBM tahun 2006 ini dapat kita lihat bahwa melalui kebijakan, negara malah hadir untuk memfasilitasi berbagai kasus intoleransi dan kekerasan berbasis agama,” ujar Lola.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI