Suara.com - Pemberian uang pensiun untuk para Anggota DPR RI mendapat kecaman dari berbagai pihak. Pemberian dana rutin tiap tahunnya setelah purna tugas itu dinilai terlalu berlebihan.
Salah seorang karyawan swasta, Arya (29) mengaku tak terima dengan kebijakan tersebut. Ia merasa kinerja para anggota dewan tak sebanding dengan fasilitas yang didapatkan.
"Sebagai warga saya marah karena anggota dewan tidak mewakili rakyat tapi malah diberikan fasilitas terlalu mewah," ujar Arya kepada Suara.com, Kamis (3/10/2024).
Seharusnya, kata dia, anggaran untuk uang pensiun itu bisa dipakai demi kebutuhan warga kelas bawah. Mulai dari subsidi-subsidi bahan pokok dan hunian hingga bantuan sosial.
Baca Juga: Terkuak! Alasan Anggota DPR Baru Dapat Tunjangan Rumah: Rumdin di Kalibata Sudah Tua dan Suka Bocor
"Dana pensiun seumur hidup mereka seharusnya bisa untuk masyarakat kelas bawah," jelasnya.
Karyawan di kawasan Gambir, Ayu (30) menyebut pemberian dana pensiun untuk Anggota DPR itu tak sejalan dengan kebijakan pemerintah yang kerap menyulitkan rakyat.
"Sekarang pemerintah malah tarik iuran-iuran. Waktu itu ada Tapera (tabungan perumahan rakyat), kenaikan pajak penghasilan, pajak-pajak lain juga ada," jelasnya.
Apalagi, masa kerja Anggota DPR yang terbilang singkat hanya lima tahun. Menurutnya fasilitas dana pensiun tak layak diberikan kepada para legislator Senayan.
"Wakil rakyat kan dipilih hanya 5 tahun, belum tentu dililih lagi. Kok dana pensiunnya seumur hidup," pungkasnya.
Besaran pensiun anggota DPR seperti Kris Dayanti diatur dalam UU Nomor 12 tahun 1980. Berdasarkan aturan itu, uang pensiunan diberikan pada anggota DPR yang berhenti dengan hormat dari jabatannya.
Selain itu uang pensiunan anggota DPR juga ditetapkan berdasarkan lamanya masa jabatan dan diberikan seumur hidup sampai yang bersangkutan meninggal dunia. Ketika penerima pensiun meninggal dunia, maka uang pensiunan akan diberikan pada istri atau suami yang sah dengan besaran 72 persen dari dana pensiun yang didapatkan.
Walau begitu, pemberian uang pensiun itu akan dihentikan jika yang bersangkutan diangkat kembali menjadi Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara atau Anggota Lembaga Tinggi Negara.
Dalam aturan itu, besaran uang pensiun pokok satu bulannya adalah 1 persen dari dasar pensiun untuk tiap satu bulan masa jabatan. Dengan ketentuan besarnya pensiun pokok sekurang-kurangnya 6 persen dan sebanyak-banyaknya 75 persen dari dasar pensiun.
Sementara itu, dalam Surat Menteri Keuangan No S-520/MK.02/2016 dan Surat Edaran Setjen DPR RI No KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, dana pensiun anggota DPR sebesar 60 persen dari gaji pokok setiap bulan. Selain itu anggota DPR mendapat Tunjangan Hari Tua sebesar Rp 15 juta yang dibayarkan sekali.