Bolehkah Produk Bernama "Haram" Dapat Sertifikat Halal? Ini Kata Kemenag

Chandra Iswinarno Suara.Com
Rabu, 02 Oktober 2024 | 01:30 WIB
Bolehkah Produk Bernama "Haram" Dapat Sertifikat Halal? Ini Kata Kemenag
Kepala BPJPH M Aqil Irham (jaz abu-abu) bersama jejarannya dan Kepala Biro HDI. [Kemenag]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Baru-baru ini, beredar video yang memperlihatkan produk-produk dengan nama "tuyul", "beer", "wine", dan "tuak" mendapatkan sertifikat halal. Menanggapi hal tersebut, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama (BPJPH Kemenag) memberikan klarifikasi.

Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, Mamat Salamet Burhanudin, menjelaskan bahwa masalah ini berkaitan dengan penamaan produk, bukan kehalalan isinya.

"Masyarakat tidak perlu ragu. Produk yang sudah bersertifikat halal dipastikan kehalalannya, karena sudah melalui proses sertifikasi dan ketetapan dari Komisi Fatwa MUI atau Komite Fatwa Produk Halal," ujar Mamat dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (1/10/2024).

Menurut Mamat, ada aturan yang mengatur penamaan produk halal.

Baca Juga: Uruguay Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal dengan Indonesia

"Penamaan produk sudah diatur oleh regulasi melalui SNI 99004:2021 tentang persyaratan umum pangan halal, serta Fatwa MUI Nomor 44 tahun 2020 mengenai penggunaan nama, bentuk, dan kemasan produk yang tidak boleh disertifikasi halal," katanya.

Aturan tersebut menegaskan bahwa produk dengan nama yang bertentangan dengan syariat Islam atau tidak sesuai etika dan norma masyarakat tidak bisa mendapatkan sertifikat halal.

Meski ada aturan tersebut, ternyata masih ada produk dengan nama seperti 'beer' dan 'wine' yang mendapatkan sertifikat halal.

Berdasarkan data BPJPH, produk dengan kata 'wine' yang telah mendapat sertifikat halal dari Komisi Fatwa MUI mencapai 61 produk, sementara 53 produk lainnya disertifikasi oleh Komite Fatwa. Selain itu, 8 produk dengan nama 'beer' mendapat sertifikat halal dari Komisi Fatwa MUI, dan 14 produk dari Komite Fatwa.

Menurut Mamat, kondisi ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan di antara para ulama terkait penamaan produk.

Baca Juga: BPJPH Terima Delegasi Cina, Bahas Kerja Sama Jaminan Produk Halal

"Perbedaannya hanya soal nama, tidak terkait dengan kehalalan produk itu sendiri, yang sudah dipastikan halal," katanya.

Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan Jaminan Produk Halal, Dzikro, menambahkan bahwa BPJPH berkomitmen untuk menghindari kebingungan di masyarakat.

"Kami mengajak semua pihak untuk duduk bersama dan menyamakan pandangan agar tidak terjadi kegaduhan terkait nama-nama produk tersebut," ujarnya.

BPJPH juga mengingatkan bahwa kewajiban sertifikasi halal tahap pertama akan mulai berlaku setelah 17 Oktober 2024. Ini khususnya berlaku untuk produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan. Dzikro mengajak seluruh pihak untuk fokus menyukseskan kewajiban ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI