Profil Yunus Yosfiah, Jenderal TNI yang Melarang Penayangan Film G30S/PKI Sejak 1998

Riki Chandra Suara.Com
Selasa, 01 Oktober 2024 | 17:26 WIB
Profil Yunus Yosfiah, Jenderal TNI yang Melarang Penayangan Film G30S/PKI Sejak 1998
Foto Letjen TNI (Purn) Muhammad Yunus Yosfiah. [Dok.Istimewa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Film "Pengkhianatan G30S/PKI" menjadi salah satu film yang paling banyak dibicarakan di Indonesia sejak pertama kali ditayangkan tahun 1984 silam.

Film yang disutradarai Arifin C. Noer itu mengisahkan peristiwa penculikan dan pembunuhan 6 orang jenderal serta satu perwira Angkatan Darat pada malam 30 September hingga 1 Oktober 1965. Setelah dibunuh, jenazah para jenderal itu dimasukkan ke dalam sumur di Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Saat tayang perdana, film berdurasi 271 menit yang diproduksi oleh Perum Perusahaan Film Negara (PPFN) ini mencatatkan 699.282 penonton.

Film ini kemudian ditayangkan di televisi TVRI pada 30 September 1985 dan sejak saat itu menjadi agenda rutin menjelang peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Namun, perjalanan film ini tidak selalu mulus. Setelah 13 tahun penayangan rutin, film Pengkhianatan G30S/PKI akhirnya dihentikan pada tahun 1998.

Larangan penayangan film ini datang dari Jenderal TNI Muhammad Yunus Yosfiah, yang kala itu menjabat sebagai Menteri Penerangan (Menpen) di era pemerintahan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie.

Dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR RI pada 23 September 1998, Yosfiah mengungkapkan keberatannya terhadap pemutaran film yang dianggapnya bernuansa pengkultusan tokoh. Dia menyatakan, film-film seperti "Pengkhianatan G30S/PKI," "Janur Kuning," dan "Serangan Fajar" tidak lagi relevan dengan dinamika reformasi yang sedang berlangsung.

Yosfiah menegaskan bahwa mulai 30 September 1998, baik TVRI maupun stasiun televisi swasta tidak akan menayangkan film tersebut.

Dia menjelaskan bahwa film Pengkhianatan G30S/PKI dianggap tidak sesuai dengan fakta sejarah, hanya berdasarkan versi Orde Baru, serta mengandung unsur kekerasan dan provokasi yang berpotensi memecah belah bangsa Indonesia.

Menurutnya, tidak ada bukti otentik yang mendukung cerita film tersebut dan menyebut bahwa keterlibatan PKI dalam peristiwa G30S tidak berdasar.

Kritik yang dilontarkan Yosfiah mencerminkan ketegangan di tengah masyarakat tentang bagaimana sejarah peristiwa tersebut ditampilkan. Dengan demikian, film Pengkhianatan G30S/PKI menjadi simbol perdebatan seputar narasi sejarah dan cara penyampaian informasi di Indonesia. Hingga saat ini, film ini tetap menjadi bahan diskusi yang hangat, menyoroti betapa pentingnya menyajikan sejarah dengan akurasi dan objektivitas.

Lantas, siapa Jenderal Muhammad Yunus Yosfiah?

Mengutip Wikipedia, Letjen TNI (Purn) Muhammad Yunus Yosfiah, lahir di Rappang, Sulawesi Selatan, pada 7 Agustus 1944. Dia adalah seorang tokoh militer Indonesia yang memiliki perjalanan karir yang menarik dan penuh kontribusi bagi bangsa.

Sebagai Menteri Penerangan terakhir di masa pemerintahan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, Yosfiah dikenal karena perannya dalam memajukan kebebasan pers dan menghapuskan pembatasan media di Indonesia.

Yosfiah menyelesaikan pendidikan di Akademi Militer Nasional (AMN) pada tahun 1965. Ia menjabat sebagai Menteri Penerangan dalam Kabinet Reformasi Pembangunan dari tahun 1998 hingga 1999.

Selama masa jabatannya, ia mengambil langkah berani untuk menghilangkan pembatasan terhadap media, termasuk menghapuskan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Langkah ini menjadi salah satu terobosan besar yang dilakukan pemerintahan Habibie dan menjamin kebebasan pers di Indonesia.

Sebelum menjadi Menteri Penerangan, Yosfiah memiliki karier politik yang signifikan. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Fraksi ABRI di MPR pada tahun 1997 dan pensiun dari TNI pada tahun 1999.

Pada tahun 2002, ia bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), di mana ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal dari bulan Desember 2003 hingga tahun 2007. Yosfiah juga mengikuti pemilihan Ketua Umum PPP pada Februari 2007, meskipun tidak berhasil.

Di panggung legislatif, mantan anggota Kopassus ini menjadi anggota DPR dari PPP pada periode 2004-2009, dan ia menjabat di Komisi XI. Karir Muhammad Yunus Yosfiah mencerminkan dedikasinya terhadap reformasi dan kebebasan pers, serta perannya yang penting dalam sejarah politik Indonesia pasca-reformasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI