Suara.com - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengutuk aksi pembubaran paksa yang diduga dilakukan sekelompok preman terhadap acara diskusi yang digelar Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, pada Sabtu (28/9/2024) lalu.
Komisioner Kompolnas Poengky Indrarti sangat menyayangkan, aksi premanisme yang membubarkan paksa acara diskusi tersebut. Menurutnya, pembubaran paksaini secara tidak langsung merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berkumpul, berekspresi dan mengemukakan pendapat.
“Sangat mengejutkan setelah 26 tahun Reformasi, ternyata masih dijumpai kelompok seperti ini di Indonesia,” kata Poengky saat dikonfirmasi, Senin (30/9/2024).
Terkait itu, Poengky pun mendesak agar kepolisian mengusut tuntas perkara ini karena aksi pembubaran diskusi ini dianggap merusak cita-cita reformasi.
Baca Juga: SETARA Ingatkan Kepolisian Kesampingkan Tendensi Politik dalam Penanganan Pembubaran Diskusi FTA
Tak hanya itu, Bid Propam Polda Metro Jaya harus segera memeriksa para anggota mereka yang diduga melakukan pelanggaran dengan membuatkan massa menerobos masuk ke dalam ruang diskusi.
“Bid Propam Polda Metro Jaya diharapkan segera melakukan evaluasi terhadap upaya antisipasi Kepolisian yang ternyata gagal membendung tindakan kekerasan pengganggu diskusi,” katanya.
Poengky berharap aksi premanisme dalam ruang diskusi kemarin menjadi yang terakhir, dan tak ada lagi hal serupa di kemudian hari.
“Kami berharap tindakan kekerasan ini tidak terjadi lagi di kemudian hari,” pungkasnya.
2 Orang Tersangka
Polisi, sebelumnya meringkus 5 terduga pelaku pengerusakan dalam agenda diskusi "Silaturahmi Kebangsaan Diaspora Bersama Tokoh dan Aktivis Nasional" yang digelar oleh Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Kemang Jakarta Selata, Sabtu (28/9) kemarin.
Lima orang yang diciduk oleh polisi yakni FEK, GW, JJ, LW, dan MDM. Dua dari 5 pelaku kini telah ditetapkan menjadi tersangka.
Dua tersangka, yakni FEK yang berperan sebagai koordinator lapangan, dan GW yang ikut melakukan pengerusakan dalam ruang ballroom.
Hingga saat ini polisi masih melakukan investigasi soal motif tersangka atas tindakan beringas tersebut.
Polisi juga masih mencari aktor di balik layar atas kejadian ini.
Kronologi Pembubaran Diskusi Diduga Preman Bayaran
Forum Tanah Air (FTA) sebelumnya menduga jika massa yang membubarkan acara diskusi adalah kelompok preman bayaran. Mirisnya, aparat kepolisian yang berada di lokasi hanya diam saja terkait aksi kelompok yang membubarkan paksa acara diskusi tersebut.
Chairman FTA, Tata Kesantra membeberkan kronologi sekelompok orang bermasker yang mengacak-acak acara diskusi yang dihadiri sejumlah tokoh nasional.
Menurutnya, sejak pukul 09.00 Wib, para pelaku sudah melakukan unjuk rasa di depan hotel tempat acara diskusi yang digelar. Dalam orasinnya mereka menuntut agar acara tersebut dibubarkan.
Berdasarkan video yang diperoleh Suara.com, tampak sejumlah polisi yang berbaris ketika para pelaku menggelar orasi. Lalu sekitar pukul 10.00 Wib, para pelaku masuk ke ruang ballroom tempat diskusi akan berlangsung.
"Mereka dengan garang dan berteriak mengancam supaya acara dibubarkan sambil mencabut backdrop dan banner lainnya. Merusak layar infokus, kursi, mikrofon, kamera, dan lainnya," kata Tata kepada Suara.com Sabtu (28/9/2024).
Pada saat massa demonstrasi, FTA memilih membiarkannya. Karena menurutnya para pendemo memiliki hak yang sama untuk berkumpul dan berserikat. Terlebih polisi menjamin para pendemo tidak akan masuk ke ruang diskusi.
"Namun ternyata 5 menit kemudian mereka masuk dan merusak secara brutal properti FTA yang ada. Tamu dan peserta yang hadir di sini adalah orang-orang yang peduli dengan bangsa ini,” ujarnya.
Dia menyebut tindakan para pelaku sangat memalukan dan merusak demokrasi.
"Ini sangat memalukan sekali. Kondisi ini jauh lebih buruk dari Orde Baru, kita mundur 40 tahun ke belakang. Sepertinya mereka bermaksud untuk memberikan shock therapy, tapi mereka salah memilih tempat dan salah sasaran," tuturnya.
Setidaknya terdapat sejumlah tokoh nasional yang hadir di acara tersebut. Mereka adalah mantan Ketua PP Muhamadiyah Din Syamsuddin, sejarawan Batara Hutagalung, mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko, Brigjen (Purn) Hidayat Poernomo, Said Didu, mantan Menag dan Wakil Panglima TNI Jend (purn) Fachrurozi, Refli Harun, Syafril Sofyan, Abraham Samad, Prof Chusnul Mar’iyah, Rizal Fadhilah (tokoh Jabar), advokat Aziz Januar, serta Merry.
Pada kerusuhan terjadi para tokoh yang hadir memilih untuk tetap tenang dan tidak terpancing dengan provokasi para pelaku. Mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyebut peristiwa itu sebagai kejahatan demokrasi dan anarkisme.
"Ini menganggu kehidupan kebangsaan kita. Polisi tidak berfungsi sebagai pelindung dan pengayom rakyat, mereka diam saja. Saya protes keras terhadap polisi yang berdiam diri pada spanduk pendemo, mereka pemecah belah rakyat, padahal saya adalah tokoh pemersatu bangsa,” katanya.