Protein Hewani: Golden Ticket Menuju Masa Depan Anak Cerdas

Senin, 30 September 2024 | 12:45 WIB
Protein Hewani: Golden Ticket Menuju Masa Depan Anak Cerdas
protein hewani (freepik)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - "Atas nama ananda Kiyomi, ditimbang dulu, ya," ujar petugas Posyandu menggunakan pengeras suara. Suasana hati Kurnia semakin tak menentu mendengar nama buah hatinya dipanggil. Sudah hampir setahun ini Kurnia tidak melihat kenaikan bobot yang signifikan pada anaknya. Dokter di Puskesmas telah mendiagnosa Kiyomi dengan status gizi kurang.

Dengan hati-hati, Kurnia memposisikan anak perempuannya yang berusia 19 bulan itu di atas timbangan. Kurnia tak banyak berharap, ia tak mau berekspektasi tinggi terhadap kenaikan berat badan putrinya. Namun, hal tak terduga justru terjadi. Matanya langsung terbelalak tak percaya ketika petugas Posyandu memberikan detail angka berat badan Kiyomi.

"Naik 800 gram ya, bu."

"Serius bu? Tolong ditimbang ulang bu, beneran timbangannya nggak rusak?" ujar Kurnia.

Tak puas dengan timbangan Posyandu, keesokan harinya Kurnia membawa sang anak ke Puskesmas terdekat dari kediamannya di Kota Yogyakarta. Ia ingin memastikan status gizi anaknya sudah kembali normal. Ternyata memang benar akurat berat badan buah hatinya naik 800 gram dalam sebulan.

Rasa bahagia tak dapat disembunyikan Kurnia. Perjuangannya selama sebulan ke belakang memperbaiki pola makan yang benar dan menambah protein hewani ke menu makanan Kiyomi benar-benar terasa seperti keajaiban. "Ah, kenapa nggak dari dulu aja aku kasih makanan adekuat lengkap dengan protein hewani untuk Kiyomi”.

Saat berbincang dengan Suara.com, Kurnia menjelaskan bahwa anaknya mulai mengalami GTM alias Gerakan Tutup Mulut sejak berusia sembilan bulan. Mulutnya terkunci rapat menolak makanan apapun. Hanya beberapa menu kesukaannya yang dimasukkan ke dalam mulutnya, itupun hanya camilan yang tidak memiliki kandungan gizi lengkap. Dalam satu bulan, Kiyomi bisa mengalami GTM parah selama satu sampai dua minggu lamanya.

Kondisi itu membuat berat badan Kiyomi tidak mengalami kenaikan yang signifikan sesuai usianya. Puncaknya saat Kiyomi mengalami sakit influenza berkepanjangan hingga benar-benar menolak makan. Berat badannya turun drastis di bawah berat badan ideal seusianya. Kala itu Kiyomi berusia 19 bulan memiliki berat badan 8,2 kilogram. Padahal menurut WHO, berat badan anak seusia Kiyomi seharusnya mencapai 10,2 kilogram. Dalam kurva pertumbuhan anak di buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan, titik pertumbuhan Kiyomi berada di zona kuning, artinya kategori gizi kurang.

Sejak didiagnosa gizi kurang, Kiyomi mendapat pemantauan dari tim dokter di Rumah Pemulihan Gizi (RPG) Yogyakarta. Kurnia mendapatkan edukasi lengkap dari dokter untuk menata jam makan yang benar hingga menambah makanan adekuat yang mengandung gizi lengkap, yakni karbohidrat, protein hewani, protein nabati, dan sayuran, ke setiap piring makan Kiyomi. Komposisi makanan harian Kiyomi merujuk pada pedoman Isi Piringku Sekali Makan yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan.

"Saya berusaha memperbaiki nafsu makan dan jam tidurnya, menambah jumlah protein hewani biasanya satu sampai dua jenis, protein nabati dan menu lengkap yang adekuat setiap makan," ujar Kurnia.

Menu makan adekuat": udang goreng, nasi, sup ayam, orek tempe (Dok. Kurnia)
Menu makan adekuat: udang goreng, nasi, sup ayam, orek tempe (Dok. Kurnia)

Dalam waktu satu bulan menerapkan pola makan yang benar dan komposisi sesuai anjuran, berat badan Kiyomi mulai menunjukkan peningkatan signifikan. Dari bobot semula 8,2 kilogram naik 800 gram menjadi 9 kilogram pada usia 20 bulan. Kurva pertumbuhan Kiyomi di buku KIA mulai naik ke zona hijau, artinya zona gizi cukup.

Kisah Kiyomi yang terbebas dari status gizi kurang usai menerapkan pola makan yang benar dan menambah protein hewani adalah sebuah fakta tak terbantahkan. Protein hewani menjadi kunci utama untuk memenuhi gizi masyarakat dan juga bisa menjadi jurus ampuh mencegah stunting pada anak-anak Indonesia. Sayangnya, pemahaman orang tua untuk menambah protein hewani masih rendah.

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2022, tingkat konsumsi protein per kapita masyarakat Indonesia berada di atas standar kecukupan konsumsi protein nasional, yakni 62,21 gram. Namun, untuk konsumsi protein hewani masih rendah, yakni 9,58 gram pada kelompok ikan/udang/cumi/kerang, konsumsi protein hewani daging sebesar 4,79 gram dan konsumsi telur dan susu sebesar 3,37 gram.

Merujuk pada hasil studi yang dilakukan oleh Headey et.al (2018), konsumsi protein hewani memiliki kaitan erat dengan stunting pada anak usia enam sampai 23 bulan. Semakin rendah tingkat konsumsi protein hewani, maka risiko stunting pada anak semakin besar.

Hal ini terbukti dari data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan prevalensi stunting nasional sebesar 21,5 persen. Angka ini menjadi harapan baru bagi bangsa sebab turun sekitar 0,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya, namun prevalensi ini masih berada di atas standar WHO sebesar 20 persen.

Isi Piringku Sekali Makan Kemenkes (Suara.com/Chyntia Sami)
Isi Piringku Sekali Makan Kemenkes (Suara.com/Chyntia Sami)

Pentingnya Protein Hewani

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Kementerian Kesehatan fokus mengkampanyekan pentingnya asupan protein hewani, khususnya untuk anak berusia di bawah dua tahun. Pemberian protein hewani pada anak memegang peranan penting meningkatkan kecerdasan anak.

“Kalau ingin sehat dan pintar, anak-anaknya tidak boleh kekurangan gizi, harus diberikan makanan pendamping ASI kaya protein hewani bisa telur, ikan, daging, supaya gizinya tidak kurang," kata Budi Gunadi dalam acara Peringatan Hari Gizi Nasional ke-64 di Jakarta (28/1/2024).

Setelah menambahkan protein hewani dalam piring makan anak, Budi meminta orang tua memantau kenaikan berat dan tinggi badan anak secara berkala di Posyandu. Kader Posyandu bisa langsung merekomendasikan anak dengan masalah kenaikan berat dan tinggi badan ke Puskesmas untuk dicari tahu penyebabnya, sehingga anak terhindar dari stunting.

Ahli gizi kesehatan masyarakat Universitas Indonesia, Prof. Dr. drg. Sandra Fikawati, MPH atau kerap disapa Fika mengatakan, protein sangat dibutuhkan untuk menunjang tumbuh kembang anak, khususnya anak berusia di bawah dua tahun. Anak di rentang usia ini memiliki pertumbuhan paling cepat dibandingkan usia lainnya, yaitu 20 sampai 25 cm per tahun sehingga harus mendapatkan asupan gizi yang cukup untuk mendukung tumbuh dan kembangnya.

"Kalau di usia itu kurang protein, maka pertumbuhannya tidak optimal. Zat gizi yang paling dibutuhkan adalah protein khususnya protein hewani. Tidak sama antara protein hewani dengan protein nabati,” ujar Fika dalam press launch Olagud Japfa, Kamis (30/5/2024).

Meskipun sama-sama mengandung protein, protein hewani dan protein nabati memiliki kandungan gizi yang beda. Protein hewani memiliki zat-zat gizi yang lebih lengkap, mulai dari padat zat gizi makro dan mikro yang mudah diserap tubuh, kandungan faktor anti-nutrient rendah hingga mengandung IGF-1 yang mampu meningkatkan tinggi badan (khusus produk susu).

Protein hewani juga mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan. Dalam tubuh manusia membutuhkan sebanyak 20 jenis asam amino esensial, sembilan diantaranya hanya bisa didapatkan dari makanan. Makanan dengan kandungan asam amino yang lengkap hanya ditemui pada panganan protein hewani.

"Selain itu, berdasarkan temuan terbaru (Lotfi et al., 2022, Nature), konsumsi protein dapat menurunkan risiko obesitas yang secara metabolik tidak sehat," imbuh Fika.

Manfaat Protein Hewani (Suara.com/Chyntia Sami)
Manfaat Protein Hewani (Suara.com/Chyntia Sami)

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Maria Endang Sumiwi menambahkan, jumlah protein hewani yang diberikan juga harus beragam, tidak hanya satu jenis saja. Semakin banyak jenis protein hewani yang dikonsumsi, maka akan semakin menguntungkan dibandingkan konsumsi satu jenis protein hewani.

Selain itu, asupan protein hewani juga tidak hanya diberikan pada menu makanan utama saja, melainkan juga cemilan atau makanan ringan anak. Dengan demikian, asupan gizi harian anak akan benar-benar terjaga dan terhindar dari risiko stunting.

"Kemenkes sudah mengeluarkan banyak pedoman, banyak resep dan tips-tips yang bisa diakses di ayosehat.kemkes.go.id," kata Endang.

Pilihan Protein Hewani Berkualitas dari Japfa

Berbagai pangan kaya protein hewani bisa didapatkan dengan mudah di pasar tradisional maupun retail modern. Japfa menjadi salah satu produsen pangan protein hewani berkualitas dan terpercaya yang bisa menjadi pilihan masyarakat. Perusahaan agri-food terkemuka di Indonesia ini menyediakan berbagai pangan sumber protein hewani berupa daging olahan seperti nuget, siomay dan bakso, maupun produk daging utuh, seperti ayam utuh atau daging potong, untuk memenuhi gizi harian masyarakat.

Japfa mengembangkan metode peternakan ayam model sistem closed house dengan Standard Operating Procedure (SOP) yang ketat dan biosekuriti yang terkontrol. Hal ini untuk memastikan keamanan dan mencegah penyakit pada hewan ternak sehingga kualitas daging hewan ternak terjamin.

Untuk pangan dengan kandungan protein hewani yang lebih tinggi lagi, masyarakat bisa beralih ke ayam probiotik. Ayam probiotik adalah ayam yang dipelihara secara alami dan diberi pakan berupa makanan maupun minuman mengandung probiotik atau mikroorganisme baik.

Berdasarkan jurnal Poultry Science, probiotik dapat menekan pertumbuhan bakteri jahat, seperti E. coli dan Salmonella, hingga 85 persen. Ayam yang diberi pakan probiotik akan memiliki sistem pencernaan yang lebih baik, daya tahan tubuh meningkat sehingga tidak mudah sakit dan terhindar dari pemberian antibiotik. Dengan kondisi tubuh ayam yang sehat, penyerapan nutrisi melalui pakan menjadi maksimal sehingga ayam tidak perlu mendapatkan suntikan hormon untuk memacu pertumbuhannya.

"Ayam probiotik jauh lebih sehat sehingga menghasilkan kualitas ayam dengan tekstur yang baik, minim penggunaan antibiotik sehingga residu antibiotik sedikit dan menurunkan toksisitas," ujar ahli gizi Fina Cahya Hasanah, S.Gz, RD kepada Suara.com.

Meskipun ayam probiotik menggunakan pakan dengan kandungan mikroorganisme baik, hal ini tidak mengubah rasa dari daging ayam tersebut. Kualitas daging ayam justru semakin baik. Daging menjadi lebih empuk, lembut, segar dan bersih.

Belum lama ini Japfa meluncurkan produk ayam probiotik Olagud yang diternak oleh Japfa menggunakan metode pemeliharaan khusus. Ayam-ayam dibesarkan dalam lingkungan bebas sangkar (cage-free) sehingga memungkinkan mereka bergerak leluasa. Kandang ayam dirancang dengan sistem peternakan modern, di mana ada pengaturan suhu ideal secara otomatis, pengawasan kualitas air dan sanitasi yang ketat sehingga kebersihan terjamin.

“Kita punya biosekuriti yang ketat, mulai dari orang atau mobil masuk harus dibersihkan dulu. Ini untuk menjamin ayam kita dipelihara dalam kondisi baik, memastikan konsumen menerima Olagud terjamin kualitasnya,” ujar Marketing Manager Olagud Andre Sibuea.

Manfaat Ayam Probiotik (Suara.com/Chyntia Sami)
Manfaat Ayam Probiotik (Suara.com/Chyntia Sami)

Ayam-ayam probiotik Japfa juga diperdengarkan musik klasik Ludwig van Beethoven. Musik klasik memiliki rata-rata 100 ketukan per menit yang bisa membuat hewan ternak menjadi lebih tenang. Alunan musik klasik dan situasi kandang terjamin membuat ayam dapat hidup tanpa stres yang berdampak pada kualitas daging lebih baik.

Dari segi kandungan gizi, ayam probiotik memiliki nilai gizi lebih tinggi dibandingkan daging ayam biasa. Berdasarkan uji laboratorium yang dilakukan Olagud, ayam probiotik memiliki kadar lemak 0,4 gram per 100 gram daging dibandingkan ayam biasa memiliki kadar lemak 25 gram. Kadar kolesterol ayam probiotik sekitar 57,69 miligram per 100 gram daging jauh lebih rendah daripada ayam biasa yang berkisar antara 100-110 miligram per 100 gram daging. Selain itu, kandungan kolagen pada ayam probiotik juga meningkat signifikan, terutama di bagian ceker, kepala, leher dan tulang rawan.

Untuk menjamin kualitas, ayam Olagud sudah dilengkapi dengan berbagai sertifikasi keamanan pangan, yakni sertifikat kompartemen bebas AI (Avian Influenza), sertifikat NKV, sertifikat produk halal, dan penerapan issue manajemen mutu ISO 2200, Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), hingga Food Safety System Certification (FSSC) 22000.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Japfa, sebanyak 82 persen konsumen menilai ayam probiotik Olagud memiliki tampilan lebih segar dan tidak bau amis. Setelah diolah, 43 persen konsumen menilai ayam probiotik Japfa terasa lebih juicy dan 38 persen konsumen lainnya merasa tekstur ayam lebih lembut dan berserat lebih halus. Sebanyak 97 persen konsumen tertarik untuk kembali membeli ayam probiotik Olagud karena mendapatkan kualitas yang terbaik.

Saat ini, ayam probiotik Olagud juga sudah merambah pasar internasional. Sepanjang tahun 2023, Japfa telah mengekspor 1.500 ton atau setara 900.000 ayam probiotik hidup ke Singapura. Masyarakat bisa membeli ayam probiotik Olagud di berbagai supermarket dan meat market terdekat, maupun secara daring di e-commerce.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI