Suara.com - Suku Dayak Basap di Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi masyarakat adat pertama yang diusik oleh perusahaan pengelola tambang PT Kaltim Prima Coal (KPC). P
Peneliti Jatam di Kaltim yang juga warga lokal setempat, Mareta Sari, mengungkapkan bahwa suku Dayak Basap sebenarnya hanya suku kecil yang banyak menggantungkan hidup di sungai untuk mencari makan.
Mereka tinggal di Kecamatan Bengalon yang kehidupannya diusik secara perlahan oleh PT KCP sejak 2011 atas izin tambang yang mulanya baru seluas 96 ribu hektare.
"Saya masih ingat ketika pertambangan datang ke kampung saya, yang pertama kali dihajar itu adalah tetangga kampung saya, orang-orang suku asli yaitu Basap, suku kecil di Kaltim. Mereka adalah orang pertama di 2011, negosiasi atau diminta paksa pindah," ungkap Maretadalam webinar 'Menolak Suap Tambang Untuk Ormas Keagamaan', Jumat (27/9/2024).
Masyarakat adat itu dipaksa pindah dengan pemberian ganti rugi berupa satu kawasan baru dengan bangunan rumah yang terdiri dari dua kamar dan satu kamar mandi. Meski bentuk bangunannya seperti rumah pada umumnya, namun dibuat dari kayu.
Mareta menyampaikan, masyarakat adat itu menolak pindah karena mereka sangat bergantung dengan keberadaan sungai sebagai sumber air serta mencari makan.
"Akhirnya, sungai yang mereka gunakan sehari-hari untuk cari ikan itu diracuni. Jadi ada satu lubang tambang, dugaan kami ketika diperiksa ada racun, mencemari air sungai. Akhirnya mereka mau tak mau harus cari penghidupan lain," kata Mareta.
Tak cukup dengan itu, masyarakat adat sengaja rutin diberikan paket sembako berupa protein kaleng atau sarden juga beras dan mi instan. Sembako tersebut diberikan secara rutin selama dua tahun.
"Supaya mereka terlepas dari kebiasaan berburu protein di hutan, entah itu berburu, memancing ikan di sekitar sungai di kampung," imbuh Mareta.
Baca Juga: Kini Dikelola NU-Muhammadiyah, JATAM Bongkar Jejak Dosa Pengelola Tambang di Kalimantan
Selain sumber makanan, fasilitas layanan kesehatan dan pendidikan di desa tersebut juga diputus. Caranya dengan menutup akses jalan bagi tenaga kesehatan yang biasa berjaga di posyandu serta guru dari Kecamatan yang bertugas untuk mengajar di sekolah setemoat.
"Saya ingat kenapa pemerintah kecamatan tak mau mendatangkan petugas posyandu, karena tidak diperbolehkan oleh KPC pada saat itu. Alasan itu muncul dari petugas puskesmas, 'kami tidak bisa ke sana karena tidak diberikan akses lewat, karena sudah diisi konsesi'. Kalau masuk ke sana harus melewati beberapa pos penjagaan. Dugaan kami juga ada preman lokal yang digunakan," tutur Mareta.
Dalam catatan Jatam, PT KPC dikatakan memiliki jejak pelanggaran HAM terkait aktivitas penambangan berupa menggusur warga Dayak Basap yang ada di Kalimantan Timur. KPC juga tercatat memiliki jejak panjang berbagai praktik kejatahan lahan dan pencemaran sungai dan melakukan kekerasan kepada warga lokal.