Suara.com - Kemunculan Kaesang Pangarep di ruang publik beberapa waktu lalu menampilkan polemik baru dalam babakan sorotan kritis kepada Keluarga Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang terus menjadi perhatian warga.
Kaesang muncul di tengah masyarakat, tepatnya di Kawasan Jambe, Tangerang, Banten dengan rompi bertuliskan 'Putra Mulyono'. Nama Mulyono sendiri, meski diakui Jokowi sebagai nama kecilnya, saat ini mengalami peyorasi atau makna yang 'negatif' untuk Mantan Gubernur Jakarta itu.
Tak ayal berbagai tafsir pun bergulir dengan sandang yang digunakan Kaesang saat bertemu masyarakat di Tangerang.
Seperti disampaikan Pakar Telematika Roy Suryo yang menyebut bahwa yang dilakukan Kaesang hanya untuk menarik perhatian sesaat yang norak.
Baca Juga: Tafsir Rompi Putra Mulyono, Ciri Khas Melawan Keluarga Jokowi Sampai Relawan Ogah Ikutan
"Gimmick ndeso (kampungan)," tegasnya melalui keterangan tertulis yang diterima Suara.com.
Meski begitu, Roy mengakui bumbu-bumbu gimmick yang dipertontonkan Kaesang memiliki nilai pemberitaan yang menarik. Seolah-olah Kaesang menantang dengan membuat sesuatu yang kontroversial.
Lebih lanjut, ia melihat tindakan bungsu dari Jokowi ini sebagai sebagai hal bodoh karena Mulyono dicitrakan sebagai sisi lain keburukan Mantan Wali Kota Solo tersebut.
"Di saat panggilan Mulyono ditujukan sebagai panggilan negatif kepada JKW, rasanya adalah kebodohan yang dipertontonkan secara vulgar, sekaligus sifat pongah dari mereka yang sudah merasa seperti seolah-olah keturunan 'Raja Jawa'," tutur Roy Suryo.
Sementara dari sudut pandang komunikasi politik, Hendri Satrio mengatakan yang dilakukan Kaesang tergolong multitafsir.
Baca Juga: Tak Mau Ikut-ikutan Kaesang Pakai Rompi Mulyono, Joman: Tak Ada Gunanya
"Kaesang dengan baju-baju itu, saya nggak ngerti. Maksudnya bercanda atau nantangin rakyat? Ya kita ambil positifnya aja. Mungkin dia lagi bercanda ke rakyat," kata pengamat politik Hendri Santrio kepada Suara.com, dihubungi Rabu (25/9/2024).
Namun, Hendri meyakini bahwa sikap Kaesang justru malah melegitimasi bahwa nama Mulyono memang merujuk kepada Jokowi.
"Sah juga dong ketika masyarakat meneriaki Mulyono karena Kaesang sudah ngaku anaknya Mulyono. Jadi nggak salah tuh. Itu jadi pembenaran buat Kaesang," katanya.
Sarkastik
Sementara itu, dari sisi fesyen yang dipakai Kaesang, Dosen Desain Produk Mode Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta (FSR IKJ) Adlien Fadlia mengungkapkan ada pesan kuat yang ingin disampaikan Kaesang melalui bentuk sarkastik.
"Sikap provokasi dan sarkastik dimunculkan untuk memberikan pesan kepada masyarakat bahwa yang datang ini adalah sosok anak yang terdzolimi dan teraniaya," kata Adlien kepada Suara.com, dihubungi Rabu (25/9/2024).
Selain itu, Adlien mengungkapkan berdasarkan warna pink pada tulisan Putra Mulyono di bagian belakang bajunya, merupakan reaksi yang memojokkan imejnya sebagai anak Jokowi.
"Tindakan ini dilakukan untuk mengubah imej masyarakat pada saat menatapnya, berharap jika ada atau bertemu orang sengaja menohok pada kesalah atau kondisinya, dengan tulisan itu orang dengan serta merta segan untuk melabraknya," jelas Adlien.
Adlien mengemukakan bahwa secara tidak langsung, adik Gibran Rakabuming itu berupaya menahan publik agar tidak berkomentar keras kepadanya.
"Ini merupakan senjata untuk menembak langsung pikiran agar tidak terarah ke sana. Membungkam mulut orang supaya tak jadi berkomentar," katanya.
Kultur Politik
Sementara itu, Pengamat politik dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Indaru Setyo Nurprojo, menilai bahwa Kaesang sebenarnya sedang melanjutkan kultur politik yang turun temurun diperlihatkan dalam Keluarga Jokowi.
"Artinya selama ini dia mencontoh dari Gibran ya, mencontoh yang dilakukan oleh Jokowi, saya pikir Kaesang polanya hampir sama," kata Indaru kepada Suara.com, dihubungi Rabu (25/9/2024).
Bahkan bisa jadi, Jokowi dan kedua putranya itu memiliki konsultan politiknya yang sama.
Indaru mengungkapkan, tindakan Kaesang memakai rompi 'Putra Mulyono' saat blusukan itu sebenarnya mirip dengan perilaku Gibran ketika menanggapi istilah 'Samsul' hingga 'tukang parkir' yang disematkan publik kepadanya.
"Jadi ini ejekan-ejekan musuh, ejekan-ejekan lawan politik dijadikan sebuah guyonan. Menurut mereka ejekan tapi itu diolah menjadi sebuah power untuk meningkatkan (perhatian). Dan Kaesang nggak salah, memang Putranya Mulyono kan begitu," ujarnya.
Imdaru menyebut tindakan seperti itu sebenarnya bentuk 'perlawanan' balik dari anak-anak Jokowi atas sentimen publik.
Terlebih, Kaesang sebenarnya bukan pertama kali melakukannya. Sebelum terjun langsung dalam politik praktis, dia juga pernah membuat lelucon yang sama menggunakan kaus saat pembahasan ramai mengenai cebong dan kampret.
"Jadi yang dilakukan oleh Kaesang, Samsul, dan lainnya itu bagian dari mencoba memberikan perlawanan tapi dengan dengan memberikan kesan ya."
"Sehingga orang akan ingat, mengenai kesan negatif positif itu akan diukur setelahnya. Saya membacanya dalam konteks marketing aja sih, marketing politik," katanya.