Suara.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menangkap sebanyak 133 kapal pencuri ikan sepanjang tahun 2024. Penangkapan kapal-kapal yang mengambil ikan secara ilegal di perairan Indonesia ini menjadi bentuk komitmen KKP memberantas ilegal fishing atau pencurian ikan.
Data KKP per 25 September 2024 menunjukkan peningkatan signifikan dalam penangkapan kapal-kapal ikan asing ilegal. Hingga saat ini, KKP telah mengamankan 133 kapal pencuri ikan, yang terdiri atas 21 KIA (Kapal Ikan Asing) dan 113 KII (Kapal Ikan Indonesia). Angka ini menunjukkan lonjakan signifikan dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023, di mana KKP hanya mengamankan 75 kapal.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, berkomitmen untuk terus memberantas praktik illegal fishing ini tanpa pandang bulu. Dengan adanya berbagai kebijakan dan regulasi yang diterapkan, KKP terus memperkuat pengawasan di laut dan memastikan bahwa setiap pelaku illegal fishing, baik dari dalam maupun luar negeri, dapat ditindak sesuai hukum.
Terbaru, KKP berhasil mengamankan lima kapal ikan asing (KIA) yang sedang beroperasi secara ilegal di wilayah perairan Samudera Pasifik dan Selat Malaka. Empat kapal berbendera Filipina dan satu kapal lainnya berbendera Malaysia menjadi target operasi ini.
Baca Juga: KKP Segel 2 Resor Milik Investor Asing di Pulau Maratua Kaltim, Ini Sebabnya!
Penangkapan kapal-kapal berbendera Filipina di perairan Samudera Pasifik dimulai dengan laporan masyarakat yang mencurigai aktivitas mencurigakan di wilayah tersebut. Setelah mendapatkan informasi dan melakukan analisis di Pusat Pengendalian (Pusdal) milik KKP, Kapal Pengawas (KP) Orca 06 segera bergerak. Hasilnya, empat kapal ikan asing yang tidak memiliki izin resmi tertangkap tangan saat sedang melakukan penangkapan ikan. Total ada 33 Anak Buah Kapal (ABK) beserta nahkoda yang diamankan, mereka semua berasal dari Filipina.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Dr. Pung Nugroho Saksono atau yang akrab disapa Ipunk mengatakan, keempat kapal tersebut terdiri atas dua kapal lampu FB.LB.MV-02 dan FB.LB.MV-04 berukuran 23 GT, satu kapal jaring FB.ST B 01 dengan ukuran 75 GT, dan satu kapal pengangkut FB.L-04 dengan kapasitas 85,93 GT.
Modus yang mereka gunakan termasuk memasang rumpon (rumah ikan) di perbatasan wilayah Indonesia, memanfaatkan kapal lampu untuk menarik ikan berkumpul, dan kemudian menggunakan kapal jaring untuk menangkap ikan yang telah berkumpul di sekitar rumpon.
Meski begitu, bukan hanya soal penangkapan ilegal yang menjadi perhatian. Kapal-kapal ini juga menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, memperparah kerusakan ekosistem laut Indonesia. Ipunk menyebut bahwa kerugian ekologi yang ditimbulkan jauh lebih besar daripada kerugian ekonomi.
"Nilai kerugian negara akibat kegiatan ini mencapai Rp374 miliar, namun kerusakan lingkungan laut bisa jadi lebih besar," ujar Ipunk, Rabu (25/9/2024).
Baca Juga: Surat yang Terlambat, Elegi Hiu Martil di Laut Indonesia
Sementara itu, di tempat berbeda, KP Orca 03 berhasil menangkap satu kapal berbendera Malaysia di perairan Selat Malaka. Kapal bernama HJF 727 B ini ditangkap pada 23 September 2024, ketika tengah menggunakan alat tangkap trawl yang dilarang karena merusak lingkungan. Kapal dengan ukuran 18 GT tersebut diawaki oleh empat orang warga negara Malaysia, termasuk nakhodanya.
Nakhoda KP Orca 03 Muhammad Ma'ruf menjelaskan, mereka mencurigai aktivitas kapal tersebut setelah melakukan identifikasi visual. Setelah mendekati dan memeriksa kapal, terbukti bahwa kapal tersebut sedang melakukan penangkapan ikan ilegal dan tidak memiliki dokumen resmi.
"Kapal ini membawa sekitar 100 kilogram ikan campur yang akan diolah di Malaysia. Selanjutnya, kami kawal kapal ini ke Pangkalan Pengawasan SDKP Batam untuk proses pemeriksaan lebih lanjut," ujar Ma’ruf.
Selain gencar menangkap kapan pencuri ikan yang berkeliaran di perairan Indonesia, KKP juga menggagalkan upaya pemasukan ikan secara ilegal dari Malaysia ke Indonesia di wilayah Tarakan, Kalimantan Utara. Ikan-ikan ilegal tersebut dibawa menggunakan kapal dengan dua bendera, yakni bendera Indonesia dan Malaysia.
"Ketika masuk Indonesia, mereka menggunakan bendera Indonesia dan ketika masuk ke Malaysia, menggunakan bendera Malaysia ini jelas pelanggaran, tidak ada dokumen sama sekali juga dalam hal ini," kata Ipung.
Pemasukan ikan ilegal ini berindikasi melanggar dua aturan, yakni Pasal 26 Undang-Undang Cipta Kerja dan Pasal 88 Undang-Undang Perikanan terkait dengan pemasukan barang produk perikanan. Selanjutnya, ikan-ikan ilegal hasil penyelundupan tersebut diberikan kepada yayasan yatim piatu yang berada di sekitar lokasi penangkapan. (antara)