Kepala BPOM Ungkap Penyebab Harga Obat Di Indonesia Lebih Mahal, Ternyata Karena Ini

Selasa, 24 September 2024 | 19:41 WIB
Kepala BPOM Ungkap Penyebab Harga Obat Di Indonesia Lebih Mahal, Ternyata Karena Ini
Kepala BPOM RI Taruna Ikrar. (Suara.com/Lilis)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar mengungkap penyebab harga obat di Indonesia relatif mahal. Ada anggapan bahwa harga obat menjadi mahal akibat bahan bakunya harus diimpor dari luar negeri, Taruna membenarkan hal tersebut juga mengungkapkan ada penyebab lain.

"Harga obat selama ini kita anggap mahal karena kita impor bahan, harganya naik. Bukan semata-mata karena faktor itu, ternyata ada faktor lain. Hubungannya dengan faktor maturitas ini," kata Taruna usai acara Focus Group Discussion (FGD) BPOM di Jakarta, Selasa (24/9/2024).

Maturitas atau jurnal akademis pada industri farmasi dinilai sangat penting untuk menunjukkan kualitas produksi obat buatan dalam negeri. Menurut Taruna, industri farmasi Indonesia masih berada pada maturitas menengah yang kita disebut dengan kalkulatif. Dari 46 perusahaan farmasi yang ada di Indonesia, batu 1 yang telah memiliki maturitas tertinggi.

Padahal, dikatakan Taruna, memiliki maturitas tinggi bisa membuat suatu perusahaan farmasi makin berpeluang lakukan ekspor karena produknya dinilai terjamin dan berkualitas.

Baca Juga: BPOM Dorong Pemberian Label GGL Pada Kemasan Produk Olahan Siap Saji

"Tentu kita berasumsi dengan peningkatan maturitas dari seluruh farmasi, industri farmasi kita masuk ke level tertinggi. Maka akan berdampak lebih besar pada berbagai hal, termasuk harga obat. Contohnya begini, kalau produk obat itu memproduksi lebih banyak, maka harga pasti turun. Kalau dia memproduksi dalam bentuk terbatas, pasti harganya naik," tuturnya.

Catatan BPOM, industri farmasi mampu meraih pemasukan sebanyak Rp100-140 triliun per tahun. Apabila setiap industri farmasi dalam negeri mampu meningkatkan maturitas serta produksi mereka, Taruna berpandangan kalau penghasilan itu bisa naik dua kali lipat lagi.

"Saya yakin kita bisa sampai 300-400 triliun kalau ekonomi dijalankan dengan tepat. Kenapa? Jumlah perusahaan farmasi kita atau industri farmasi itu 240 saja. Tapi yang aktif selama ini hampir cuma 190-an," katanya.

Terlebih Indonesia memiliki jumlah penduduk lebih dari 282 juta orang. Jumlah tersebut, kata Taruna, bisa menjadi pangsa pasar yang sangat besar untuk mendistribusikan obat. Tak hanya itu, industri farmasi juga harus mulai berpikir untuk lakukan ekspor.

"Kalau produk-produk kita terakreditasi dengan baik, kan bisa diekspor. Ekspornya apakah itu negara-negara tetangga atau kemancanegara tempat lain, ke Eropa, ke Amerika, ke Afrika, dan sebagainya," tuturnya.

Baca Juga: Kemitraan 20 Tahun Daewoong dan Indonesia: Pembukaan Pabrik Sel Punca, Meningkatkan Kolaborasi Riset dan Pengembangan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI