Suara.com - Kementerian Agama (Kemenag) menyatakan tudingan kepada Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang dianggap mangkir dari panggilan Pansus Angket Haji tidak beralasan.
Sebab, saat ini Gus Men, sapaan Yaqut Cholil Qoumas, sedang menjalankan tugas negara dan sudah dijelaskan secara tertulis kepada Pansus Angket Haji DPR.
"Menag tidak mangkir dari undangan Pansus Angket Haji. Menag saat menerima undangan sedang berada di luar negeri untuk menjalankan tugas negara. Hal ini juga sudah dijelaskan Menag secara tertulis kepada Pansus Angket Haji DPR," tegas Juru Bicara Kemenag Sunanto melalui siaran pers, Senin (23/9/2024).
Bahkan, ia menyebut, Gus Men sedang menghadiri pertemuan internasional untuk perdamaian di Paris, Prancis.
Baca Juga: Usai dari Jeddah, Menag Lanjutkan Kunjungan Kerja ke Italia Teken MRA Sertifikat Halal
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Yaqut Cholil Qoumas sedang melakukan serangkaian kunjungan kerja ke sejumlah negara.
Diawali dengan kunjungan kerja ke Arab Saudi membahas persiapan penyelenggaraan ibadah haj 1446 H/2025 M bersama Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq F Al Rabiah. Kemudian pada 18 September 2024 ke Milan-Italia untuk menandatangai Mutual Recognition Agreement (MRA) Jaminan Produk Halal (JPH) dengan Halal Italia.
Sunanto mengemukakan bahwa MRA menjadi landasan saling pengakuan sertifikat halal antara Kementerian Agama RI dengan Halal Italia, sekaligus merupakan jaminan sertifikasi halal yang pertama di Eropa.
Selama di Italia Menag juga melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh untuk membahas akselerasi program sertifikasi halal.
Setelah dari Italia, Gus Men menuju Prancis untuk melaksanakan amanat dari Presiden Joko Widodo menghadiri pertemuan Internasional untuk Perdamaian (International Meeting for Peace) ke-38 yang diselenggarakan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Pertemuan tersebut berlangsung di Paris mulai 22 September 2024 hingga 24 September 2024. Gus Men mengungkapkan, pertemuan dengan Emmanuel Macron merupakan bagian dari mewujudkan perdamaian dunia.
"Saya memandang pertemuan ini fundamental dalam menyusun langkah-langkah yang diperlukan untuk mewujudkan perdamaian dunia," kata Gus Men.
Dalam kesempatan tersebut, Gus Men juga menyampaikan salam dari Jokowi kepada Macron. Selain itu, Macron menyampaikan optimismenya apabila kedua negara bisa saling berkontribusi dalam perdamaian dunia.
“Presiden Macron menyambut salam dari Presiden Jokowi dengan gembira. Dia mengatakan bahwa dirinya dengan Presiden Jokowi bersahabat baik. Presiden Macron juga menyampaikan optimismenya bahwa Indonesia dan Prancis bisa saling menggali persamaan untuk berkontribusi pada perdamaian dunia."
Macron sendiri menjadi pembicara kunci pada pembukaan International Meeting for Peace tersebut. Mengutip pernyataan Macron, Gus Yaqut mengatakan bahwa persoalan di Jalur Gaza menjadi sorotan akan pentingnya agama dalam konteks kemanusiaan.
"Agama memainkan peran penting dalam usaha rehumanisasi di tengah gejala dehumanisasi, khususnya melihat apa yang terjadi di Jalur Gaza."
Presiden Prancis juga mengingatkan semua pihak harus menyadari kenyataan bahwa dunia menjadi tempat hidup bersama.
"Kita harus saling mengakui keberadaan sesama manusia serta menihilkan permusuhan," kata Gus Men mengutip Macron.
Dalam agenda tersebut ada delapan panelis yang berbicara pada sesi pembuka yang menyampaikan pentingnya agama dalam mewujudkan perdamaian.
Para panelis yang terdiri atas perwakilan umat di antaranya Islam, Yahudi, Katolik, Anglikan, serta pemerintah sepakat bahwa agama dapat membangun jembatan dialog untuk saling mendengar dan memahami.
Pertemuan internasional bertajuk 'Imagine Peace' ini dihadiri oleh ribuan peserta dari seluruh dunia. Mereka adalah wakil-wakil pemerintahan dan para pegiat perdamaian dari organisasi masyarakat.
Selain Gus Yaqut, dari Indonesia hadir juga Abdul Mu'ti (Sekum PP Muhammadiyah), KH Marsudi Syuhud (MUI), Khamid Anik Khamim Tohari (ICRP) dan Din Syamsuddin yang mewakili Pusat Dialog dan Kerja Sama Masyarakat Sipil.
Selama tiga hari mereka mendiskusikan isu-isu perdamaian dunia, humanisme, kebijakan migran, tantangan demokrasi, serta posisi agama dalam menjawab semua persoalan tersebut.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar kedua di dunia, kehadiran Indonesia di forum ini tentu membawa warna tersendiri.