Pemilu Ramah Disabilitas Masih Jauh Panggang dari Api

Senin, 23 September 2024 | 11:58 WIB
Pemilu Ramah Disabilitas Masih Jauh Panggang dari Api
Pemilu Ramah Disabilitas - Pemilu Ramah Disabilitas Masih Jauh Panggang dari Api (Suara.com/Ema)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Masih terekam jelas dalam memori Siti Lestari saat ia kehilangan hak pilihnya di Pemilu sekitar tahun 2000-an. Sebagai penyandang disabilitas fisik pengguna kursi roda, Siti memerlukan akses jalan yang mulus tanpa bebatuan untuk memudahkan roda-roda di kursinya berputar. Meskipun namanya masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), kenyataannya Siti yang tinggal di Kulon Progo ini tetap tidak bisa menyalurkan hak pilihnya. Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang didirikan terlalu jauh dari rumahnya dan akses jalan yang harus ditempuh cukup terjal dan berbatu.

Bagi sebagian orang, akses jalan terjal dan berbatu mungkin bukanlah persoalan, namun lain halnya dengan Siti yang beraktivitas sehari-hari menggunakan kursi roda. Sejak usia 10 tahun Siti mengalami kelumpuhan pada separuh anggota tubuhnya akibat gangguan saraf pascaterjatuh dari ketinggian. Kondisi ini membuatnya harus menghabiskan sisa hidupnya berada di atas kursi roda untuk memudahkan mobilitas.

Kondisi TPS yang tidak aksesibel untuk disabilitas pengguna kursi roda membuat Siti harus menyerah pada keadaan. Ia terpaksa batal nyoblos meskipun sudah terdata sebagai pemilih.

“Kan’ saya pakai kursi roda jadi sulit ke sananya (TPS). Ibu saya bilang ‘Wis nduk ra sah nyoblos wae’ (Sudahlah nak, tidak usah nyoblos saja). Ya sudah, tidak berangkat,” ujar Siti saat berbincang dengan Suara.com, Senin (12/8/2024).

Ilustrasi pemilih disabilitas pengguna kursi roda di TPS yang memiliki undakan di wilayah Sabdodadi, Bantul (Dok. SIGAB Indonesia)
Ilustrasi pemilih disabilitas pengguna kursi roda di TPS yang memiliki undakan di wilayah Sabdodadi, Bantul (Dok. SIGAB Indonesia)

Di periode Pemilu berikutnya lima tahun kemudian, Siti kembali memperjuangkan hak pilihnya. Saat itu, lokasi TPS sudah semakin dekat dengan kediamannya. Akses jalan tidak lagi terjal dan berbatu. Namun, setibanya di lokasi TPS pada hari pemungutan suara, Siti kembali mengalami kesulitan untuk menyalurkan suaranya. TPS yang didirikan memiliki beberapa undakan cukup tinggi sehingga ia tidak bisa menuju bilik suara dengan kursi rodanya. Di sisi lain, TPS tersebut juga tidak memiliki bidang miring (ramp). Setelah petugas TPS memutar otak, akhirnya para petugas berinisiatif mendatanginya untuk melakukan pencoblosan di luar bilik.

“Sulit kalau harus menggotong kursi roda saya naik (ke atas undakan). Jadi, ya sudah di depan umum nyoblosnya, nggak pakai bilik ditutupi gitu,” ungkap Siti.

Siti diwawancara untuk liputan kolaborasi “Conflict-Sensitive Reporting” yang dihelat Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bekerja sama dengan UNESCO melalui program SocialMedia4Peace dan dibiayai oleh the European Union. Tim kolaborasi terdiri dari jurnalis Independen.id, Kompas.com, Suara.com, Media Indonesia, dan Inibalikpapan.com. Tim mengungkap berbagai dinamika kelompok rentan, salah satunya disabilitas, dalam pilkada. Kelompok rentan diketahui merupakan masyarakat yang memiliki risiko lebih tinggi mengalami eksploitasi, ketidaksetaraan, dan diskriminasi selama Pilkada.

Dalam kolaborasi ini, jurnalis Kompas.com mengungkap soal diskriminasi terhadap perempuan selama Pilkada di Sukoharjo, Jawa Tengah. Jurnalis Independen.id melaporkan tentang politik uang terhadap warga miskin di Kota Surabaya, Jawa Timur. Jurnalis Media Indonesia menulis tentang diskriminasi terhadap Orang dengan HIV/AIDS di Pilkada Banyumas, Jawa Tengah. Jurnalis Inibalikpapan.com, media online yang berbasis di Kalimantan, memotret kehidupan masyarakat adat Suku Balik yang terdampak pembangunan IKN selama Pilkada di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Penyandang disabilitas netra dan staf SIGAB Indonesia, Ajiwan Arief Hendrardi (Suara.com/Chyntia Sami)
Penyandang disabilitas netra dan staf SIGAB Indonesia, Ajiwan Arief Hendrardi (Suara.com/Chyntia Sami)

Pengalaman tak menyenangkan lainnya diungkapkan oleh Ajiwan Arief Hendrardi, disabilitas netra low vision asal Kota Yogyakarta pada Pemilu 2024. Selama ini Ajiwan mengaku telah mendapatkan pelayanan yang cukup baik dari petugas TPS selama proses pencoblosan. Petugas TPS selalu memberikan tawaran pendampingan selama proses pencoblosan di bilik suara.

Meski demikian, Ajiwan yang mengalami gangguan penglihatan sejak lahir ini tetap mengalami kesulitan mencoblos kertas suara, terutama untuk surat suara DPR RI dan DPRD provinsi maupun kabupaten/kota. Ukuran tulisan di lembar kertas suara dirasa terlalu kecil sehingga tidak ramah untuk disabilitas. Ditambah lagi, pencahayaan di TPS juga kerap kali terabaikan. Bagi Ajiwan yang memiliki tingkat penglihatan rendah, pencahayaan TPS sangat penting untuk memudahkannya memilih nama wakil rakyat yang ada di kertas suara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI