Beberapa puluh tahun silam, warga Yogyakarta digegerkan dengan kasus Sum Kuning. Di mana ia jadi korban pemerkosaan oleh sekelompok pemuda. Penasaran dengan kronologi kasus Sum Kuning? Simak selengkapnya dalam ulasan artikel berikut.
Suara.com - Sum Kuning merupakan peristiwa yang terjadi pada 21 September 1970. Namun sampai saat ini, perkara itu disebut masih jadi misteri. Muncul desas-desus jika pelaku yang ditangkap bukan yang sebenarnya. Bahkan Kapolri Jenderal Hoegeng Imam Santoso harus turun tangan menangani kasus itu.
Mengenal Sum Kuning
Sum Kuning memiliki nama asli Sumaridjem. Dia merupakan seorang pedagang telur yang sehari-hari menjajakan dagangannya di wilayah Yogyakarta.
Baca Juga: Dalang di Balik Peristiwa G30S/PKI Berdasarkan Sejumlah Teori yang Selama Ini Berkembang
Sum merupakan putri dari Sudiredjo. Sehari-hari ia biasa mengantarkan telur ke para pelanggan yang ada di Kota Baru, Bumijo, Suryobratan, Ngasem, Patuk, Tegal Mulyo, hingga beberapa kampung lainnya. Dalam sehari, Sum Kuning mampu menjual sekitar 200 butir telur.
Kronologi Kasus Sum Kuning
Pada tanggal 21 September 1970, Sumaridjem pulang terlambat sehingga ia terpaksa harus menyusuri malam dengan berjalan sendirian. Sebab kala itu hari sudah petang, sehingga jalanan lengang. Kendaraan umum yang biasa ia naiki dan lewat desa Ngampilan, hanya beroperasi hingga pukul 05.00 sore.
Sehingga dengan terpaksa, Sum harus berjalan kaki ke arah utara, melewati Jalan Patuk menuju ke Jalan Ngupasan. Setibanya di Ngupasan, bus kota yang melaju ke arah Godean juga tak kunjung datang. Lagi-lagi ia harus berjalan dengan perasaan waswas karena hari sudah sangat gelap dan kondisi jalanan sepi. Ketika Sum melintasi timur Asrama Polisi Patuk, tiba-tiba saja ada sebuah mobil yang hampir menyerempet dan langsung berhenti di dekatnya.
Mengutip berbagai sumber, disebutkan bahwa di dalam mobil itu ada segerombolan pemuda berambut gondrong. Mereka turun dari mobil dan langsung menculik Sum. Meski sudah berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri, namun usahanya sia-sia.
Baca Juga: Arti Kabir yang Digaungkan PKI dalam Sejarah G30S Ketika Melakukan Pembunuhan
Di dalam mobil, Sum diancam menggunakan belati yang sudah ditempelkan di lehernya. Mobil melaju mengitari Jalan Diponegoro menuju ke Bumijo. Tidak lama setelahnya, Sumaridjem kemudian dibius hingga hampir tak sadarkan diri.
Malam itu Sum diperkosa oleh para pemuda yang menculiknya tersebut. Selain itu, uang hasil dagangannya yang berjumlah Rp4.650 juga raib. Dalam keadaan lemas, Sumaridjem kemudian dibuang tepi Jalan Wates-Purworejo, daerah Gamping, Sleman, ketika hari masih gelap.
Dengan tertatih-tatih, Sumaridjem berjalan ke arah Kota Yogyakarta. Saat hari mulai terang, dengan sisa uang Rp100, Sum menghentikan sebuah becak. Sumaridjem minta diantar ke rumah salah seorang langganannya yang bernama Nyonya Sulardi di Bumijo.
Singkat cerita, kasus ini sampai ke tangan polisi. Kejadian tersebut lantas membuat gempar warga Yogyakarta. Seminggu setelah kejadian, tepatnya 28 September 1970, tersiar kabar bahwa para penculik dan pemerkosa Sum akan diarak.
Mendengar kabar itu, ribuan orang berkumpul di kantor polisi selatan Malioboro untuk menyaksikan arak-arakan tersebut. Namun pada kenyataannya tidak terjadi apa-apa, sebab pelaku belum ada yang tertangkap satu pun.
Sum Kuning Malah Dijadikan Tersangka
Di tengah kasus yang menggegerkan warga Yogyakarta. Selesai diperiksa di rumah sakit, Sum malah ditahan oleh polisi. Dia dituding menyebarkan berita palsu, yang istilah saat ini lebih dikenal dengan sebutan berita hoaks.
Di tengah rumitnya kasus Sum Kuning ini, mencuat kabar jika pelaku adalah anak orang penting di Yogyakarta. Maklum, kala itu hanya orang kaya dan pejabat yang memiliki mobil.
Kasus ini makin melebar dan rumit. Bahkan wartawan yang menulis mengenai peristiwa tersebut juga harus berurusan dengan militer. Sementara Sumaridjem juga dituduh terlibat dalam organisasi terlarang PKI, sebagai anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).
Saat di pengadilan, Sum dituntut hukuman tiga bulan penjara. Akan tetapi, tuntutan ini ditolak oleh Hakim Nyonya Lamijah Moeljarto. Kemudian, Sum dibebaskan lantaran tidak terbukti memberi keterangan palsu.
Kapolri Hoegeng Turun Tangan
Kasus Sum Kuning menyita perhatian Kapolri Jenderal Hoegeng Imam Santoso bahkan ia sampai turun tangan. Pada bulan Januari 1971, Hoegeng yang dikenal sebagai sosok jujur itu, membentuk tim khusus bernama Tim Pemeriksa Sum Kuning yang diketuai Kadapol IX/Jateng Suwardjiono.
Tim itu berusaha untuk menyelidiki lebih dalam kasus pemerkosaan terhadap Sum Kuning. Kala itu, tersiar kabar jika anak dari sejumlah pejabat polisi dan petinggi Yogyakarta disebut terlibat. Adapun indikasinya yaitu anak-anak muda yang biasa naik mobil keliling kota Yogyakarta hingga larut malam.
Lagi-lagi melalui media massa, sejumlah anak pejabat itu membantah. Mereka mengatakan jika kasus Sum Kuning overbodig (berlebihan). Akan tetapi, upaya Jenderal Hoegeng tak berhenti sampai di situ.
ia melaporkan perkembangan kasus Sum Kuning kepada Presiden Soeharto dengan harapan diberi dukungan. Namun yang terjadi justru sebaliknya, Soeharto malah meminta kasus pemerkosaan itu diambil alih oleh Tim Pemeriksa Pusat/Kopkamtib.
Polisi Menetapkan Dua Tersangka yang Diragukan Masyarakat
Setelah hampir dua tahun penyelidikan kasus berjalan, polisi akhirnya menetapkan sepuluh orang tersangka. Akan tetapi, masyarakat meragukan penetapan 10 tersangka itu, katena para tersangka hanya penjual sate dan sebagian adalah mahasiswa.
Saat di persidangan, banyak keterangan tersangka saling bertolak belakang. Jaksa menyebut jika Sum diperkosa di sebuah rumah sewa di Klaten. Namun, Sum menyebut bahwa ia diperkosa empat pemuda di dalam mobil.
Pada akhirnya, dua orang dari sepuluh tersangka ditetapkan sebagai pelaku dan masing-masing menerima vonis empat setengah tahun penjara. Akan tetapi, masyarakat masih bertanya-tanya, siapa sekelompok pemuda yang sebenarnya telah memperkosa Sum? Kasus ini tidak pernah terungkap tuntas dan jadi misteri sampai saat ini.
Itu tadi kronologi kasus Sum Kuning yang tidak terungkap tuntas sampai saat ini. Semoga jadi pembelajaran buat kita semua.
Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari