Suara.com - Seorang mantan agen CIA, Brian Jeffrey Raymond, telah dijatuhi hukuman 30 tahun penjara setelah terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap hampir 30 wanita di berbagai negara.
Raymond, yang sebelumnya bekerja magang di Gedung Putih, menggunakan aplikasi kencan seperti Tinder untuk memikat para korbannya ke apartemen milik pemerintah yang ia sewa. Di sana, ia memberikan makanan dan minuman beralkohol yang telah dicampur obat kepada para wanita, lalu memotret dan menyerang mereka saat tak sadarkan diri.
Pria berusia 48 tahun itu menyimpan lebih dari 500 foto korban yang telanjang dan tak berdaya.
Jaksa penuntut mengungkapkan bahwa serangkaian serangan mengerikan ini dimulai sejak 2006, mengikuti karier Raymond yang mencakup penugasan di Meksiko, Peru, dan negara-negara lainnya.
Baca Juga: Pro-Kontra Pengamanan Trump: Dinas Rahasia vs. Sheriff Florida
Hakim Senior AS, Colleen Kollar-Kotelly, yang memimpin sidang, mengatakan bahwa Raymond adalah predator seksual dan memberikan hukuman maksimal yang diminta oleh jaksa.
“Kita bisa dengan yakin mengatakan bahwa dia adalah predator seksual,” ujarnya saat menjatuhkan vonis.
Selain hukuman penjara, Raymond juga diwajibkan membayar kompensasi sebesar $10.000 (sekitar Rp150 juta) kepada masing-masing dari 28 korbannya.
Korban Menceritakan Pengalaman Traumatis
Dalam sidang, sekitar 12 korban Raymond—yang diidentifikasi hanya dengan nomor—mengungkapkan bagaimana mereka ditipu oleh seorang mata-mata yang seharusnya melindungi dunia dari kejahatan.
Baca Juga: Muncul Permintaan Penyelidikan Peran Selandia Baru dalam Perang di Gaza
Salah satu korban mengingat bahwa Raymond tampak seperti pria sempurna saat mereka bertemu di Meksiko pada tahun 2020, namun kemudian ia menyadari bahwa setelah kehilangan kesadaran, Raymond mengambil 35 video serta foto-foto dirinya dalam keadaan telanjang tanpa sepengetahuannya.
Korban lainnya menceritakan bahwa ia mengalami gangguan saraf akibat serangan tersebut, sementara seorang korban lagi mengatakan bahwa ia sering mengalami mimpi buruk setelah melihat foto-foto dirinya yang diambil Raymond, di mana ia tampak seperti "mayat di atas ranjangnya."
Permintaan Maaf Raymond yang Terlambat
Raymond, dalam pernyataannya di depan hakim, mengaku telah banyak merenungkan "kejatuhannya" dan menyatakan penyesalannya.
"Saya telah mengkhianati semua nilai yang saya pegang, dan saya tahu tidak ada permintaan maaf yang akan cukup. Tidak ada kata-kata untuk menggambarkan betapa menyesalnya saya. Ini bukan diri saya, namun itulah yang saya lakukan." sesalnya.
Pengacaranya sempat meminta hukuman yang lebih ringan dengan alasan bahwa pekerjaan "kuasi-militer" Raymond di CIA setelah peristiwa 9/11 berdampak buruk pada emosinya, menciptakan ketidakpedulian dan objektifikasi terhadap orang lain yang memungkinkan dia melakukan kejahatan-kejahatan ini.
CIA Mengutuk Kejahatan dan Melakukan Reformasi
CIA secara terbuka mengutuk kejahatan yang dilakukan oleh Raymond, yang dianggap sebagai salah satu kasus pelanggaran terberat dalam sejarah lembaga tersebut. Sebagai tanggapan, CIA telah menerapkan reformasi besar untuk meningkatkan keselamatan perempuan, mempercepat proses klaim, dan memperketat disiplin terhadap pelanggar.
Kasus Raymond terjadi di tengah berbagai tuduhan serupa terhadap beberapa mantan dan veteran CIA lainnya, termasuk seorang veteran yang menghadapi tuntutan di Virginia karena diduga meraba seorang rekan kerja dan mencium paksa dalam pesta kantor. Sidang terpisah untuk mantan karyawan CIA lainnya juga dijadwalkan berlangsung bulan depan atas tuduhan menyerang seorang wanita di markas CIA di Langley, Virginia.