Kemenkes Diminta Hentikan Pembahasan RPMK Soal Produk Tembakau Dan Rokok Elektrik, Ini Alasannya

Rabu, 18 September 2024 | 17:40 WIB
Kemenkes Diminta Hentikan Pembahasan RPMK Soal Produk Tembakau Dan Rokok Elektrik, Ini Alasannya
Aliansi Masyarakat Sipil Minta Kemenkes Hentikan Pembahasan RPMK Soal Produk Tembakau Dan Rokok Elektrik. (Foto: Ist)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Kemudian, perwakilan Kementerian Perindustrian, Nugraha Prasetya Yogi mengungkapkan, dalam proses PP 28/2024 yang sudah disahkan. Pihaknya juga dianggap tidak dilibatkan dalam draft akhir.

“Apalagi perumusan pasal-pasal dalam RPMK 2024yang baru ini, kami sama sekali belum terlibat didalamnya, padahal RPMK ini berpotensi sangat merugikan dunia perdagangan dan industri,” ujar Yogi.

Lebih lanjut, Yogi menekankan, jika kebijakan standarisasi kemasan produk tembakau dan rokok elektronik berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal.

Hal ini sangat berpotensi menurunkan penerimaan negara dari cukai hasil tembakau. Menurutnya, meningkatnya peredaran rokok ilegal justru bisa menggerus pasar rokok legal, sehingga dampaknya akan terjadi penurunan penjualan, penurunan produksi dan efisiensi tenaga kerja, bahkan sampai pemutusan tenaga kerja.

“Kondisi ini akan mengancam 537.452 orang tenaga kerja industri hasil tembakau dan mengancam keberlangsungan petani tembakau dan cengkeh yang mencapai 1,5 Juta KK,” tegasnya.

Perwakilan Federasi Serikat Pekerja Serikat Pekerja Seluruh Indonesia - Rokok, Tembakau, Makanan, Minuman (SPSI-RTMM), Sudarto ikut menyuarakan penolakan atas RPMK 2024 versi Kemenkes ini.

Menurutnya, Indonesia merupakan negara yang berdaulat. Pertanian tembakau dan tata niaga rokok sudah lama ada sebelum kita merdeka.

Dari aspek ketenagakerjaan, industri rokok tidak sedikit menyerap tenaga kerja. Sejak terbitnya UU Kesehatan No. 17 tahun 2003, dilanjutkan PP 28 tahun 2004, regulasi tembakau dipaksakan dengan strategi yang senyap dan sistematis.

Khususnya paska FCTC 2003 diadopsi dan diimplementasikan tahun 2005, regulasi nasional ditekan dan sarat kepentingan bisnis. Meskipun demikian, Indonesia tidak meratifikasi FCTC.

Baca Juga: Pelaku Usaha Ritel Khawatir Bisnisnya Lesu Lagi Imbas Aturan Baru Soal Rokok

Hal ini sejalan dengan pertimbangan jutaan tenaga kerja dari hulu ke hilir yang diserap di industri hasil tembakau.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI