Mandek 13 Tahun, Deolipa Minta Kejagung Lanjutkan Penanganan Kasus Dugaan Korupsi dan TPPU Pembelian Pesawat MA60

Rabu, 18 September 2024 | 15:46 WIB
Mandek 13 Tahun, Deolipa Minta Kejagung Lanjutkan Penanganan Kasus Dugaan Korupsi dan TPPU Pembelian Pesawat MA60
Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum, Deolipa Yumara. (Ist)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum, Deolipa Yumara, menyambangi kantor Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung.

Deolipa mengatakan kedatangannya guna mempertanyakan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pembelian 15 unit pesawat MA60.

“Hari ini kita bertemu dengan tim Jampidsus, mempertanyakan beberapa perkara yang memang yang sudah ditangani oleh Pidsus tapi memang masih dalam proses ya,” kata Deolipa, di Kejaksaan Agung, Rabu (18/9/2024).

Deolipa mengatakan, kedatanganya juga untuk mendesak pihak jaksa agar melanjutkan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi pada tahun 2011 silam. Ia khawatir, jika pihak penyidik tidak melanjutkan perkara ini maka perkara ini bakal kadaluwarsa.

Baca Juga: Langit Kamchatka Berkabung, 17 Nyawa Melayang dalam Tragedi Helikopter

“Salah satunya, perkara merpati MA60 yang sejak 2011 yang sudah ditangani Pidsus, ini sudah lama kan, kemudian kita menghindari menjadi cold case, kita pertanyakan ini,” ucapnya.

Menurut Deolipa, perkara yang mandek selama sekitar 13 tahun ini juga sudah dipertanyakan oleh Masyrakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) dan Indonesia Police Watch (IPW) pada Agustus 2024. Namun hingga saat ini, keberlanjutan perkara yang memiliki kerugian negara hingga USD 46,5 juta atau sekitar Rp700 miliar belum mendapatkan titik terang.

“Mereka (Pidsus) menyampaikan bahwa akan mengecek ulang perkara ini dan akan menindaklanjuti perkara tersebut,” kata Deolipa.

Deolipa mengaku, berdasarkan informasi yang diperoleh MAKI dan IPW ada penawaran pembelian pesawat MA60 kepada perusahaan Merpati Nusantara Airlines pada 29 Agustus 2005, di tengah berlangsungnya Joint Commission Meeting Indonesia-China.

Kemudian hal ini dilanjutkan dengan penandatanganan memorandum of understanding (MoU) antara Merpati Nusantara Airlines dengan Xian Aircraft Industry dari China pada tahun 2006.

Baca Juga: Minta Jangan Khianati Kepercayaan Masyarakat, Jaksa Agung: Kita Benteng Terakhir Keadilan

Pada 5 Agustus 2008, dilakukan penandatanganan pembelian 15 unit pesawat MA60 untuk Merpati Nusantara Airlines antara pemerintah Indonesia dengan China Exim Bank.

Adapun pembelian dilakukan dengan sistem pengucuran pinjaman yang dijamin pemerintah, dengan kebijakan politik pengalokasian anggaran yang hanya berdasarkan persetujuan oknum Anggota DPR Komisi IX.

Harga satu unit pesawat MA60 yang diproduksi Xian Aircraft Industry itu tidak memiliki sertifikasi Federation Aviation Asministration (FAA). Harga pesawar ternyata hanya sebesar 11,2 juta dolar Amerika Serikat.

Diduga ada penggelembungan harga menjadi USD 14,3 juta per unit dengan skema pembelian yang semula business to business atau B to B diubah dan atau dimanipulasi menjadi government to business atau G to B.

Deolipa menduga, modus operandi untuk mengamankan uang hasil tindak pidana korupsi dan TPPU sebesar USD 46,5 juta dilakukan melalui rekayasa dengan memunculkan broker 'boneka' yang dikontruksikan seolah-olah menjadi agen penjualan 15 unit pesawat Xian Aircraft Industry.

Rekayasa ini diduga dilakukan oleh MS dengan memakai PT MGGS yang diduga atas inisiatif AH, pemilik PT IMC Pelita Logistik dan PT Indoprima Marine.

Berdasarkan fakta dan alat bukti yang diterimanya, Deolipa meminta Kejagung melanjutkan dugaan tindak pidana korupsi dan atau TPPU dalam pembelian 15 unit pesawat MA60 tersebut.

"Kami mendorong agar kasus pembelian 15 Unit pesawat MA60 yang merugikan negara senilai 46,5 juta dollar AS ini dapat ditindaklanjuti kembali," tandas Deolipa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI