Suara.com - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menjelaskan alasan pihaknya tak kunjung menerapkan kebijakan jalan berbayar alias Electronic Road Pricing (ERP). Salah satu faktornya adalah fasilitas transportasi umum di Jakarta yang belum sepenuhnya memadai.
Tujuan penerapan ERP adalah mengalihkan pengguna kendaraan pribadi ke transportasi umum. Saat ini, Jakarta memang sudah memiliki sejumlah fasilitas seperti MRT, Transjakarta, Commuter Line, dan LRT.
"(ERP diterapkan ketika) sudah masuk di situ moda transportasi, antara lain. Kalau sudah lengkap," ujar Heru kepada wartawan, Rabu (18/9/2024).
Heru menjelaskan, ERP merupakan salah satu program jangka panjang Jakarta dalam mengatasi kemacetan. Pihaknya kini masih menyusun cetak biru alias blueprint untuk penerapannya melalui Raperda tentang Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas.
Baca Juga: Ngaku Senang Tak Lagi Diusulkan jadi Pj Gubernur Jakarta, Heru Budi: Alhamdulillah
Ia mencontohkan misalnya penerapan ERP di Lebak Bulus hingga Ancol. Perlu ada penunjang angkutan umum yang lengkap sebelum kebijakan itu dilaksanakan.
"ERP tidak diterapkan untuk sekian titik ya, tetapi ke depan ERP itu bisa diterapkan di zona-zona yang memang transportasinya sudah cukup lengkap," sebutnya.
"Contoh, Sudirman, Thamrin, ya itu sudah ada MRT, sudah ada Transjakarta, sudah ada moda transportasi yang lain. Itu mungkin bisa alternatif untuk ERP," pungkas Heru.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kembali membahas rencana penerapan kebijakan jalan berbayar alias Electronic Road Pricing (ERP). Kebijakan ini sempat lama tak ditindaklanjuti karena mendapatkan pertentangan dari sejumlah pihak seperti ojek online (ojol).
Terakhir kali ERP dibahas serius adalah pada tahun 2023 lalu dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PL2SE). Setelah ditentang ojol, Pemprov meminta DPRD mengembalikan drafnya dan melakukan revisi.
Hingga kini, baru terdengar lagi Pemprov melakukan pengkajian terhadap ERP. Namun, kali ini Raperda yang disusun menggunakan nama baru, yakni Raperda tentang Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas yang baru dibahas.
Hal ini diungkapkan Kepala Pusat Data dan Informasi Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang juga Ketua Tim Penyusun Raperda Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas, Susilo Dewanto.
Menurut Susilo, Raperda ini juga akan mengatur soal kawasan rendah emisi, manajemen parkir, serta pembatasan usia dan jumlah kepemilikan kendaraan bermotor perseorangan.
"Pemprov DKI saat ini sedang menyusun raperda manajemen kebutuhan lalu lintas yang dimulai sejak Mei 2024," ujar Susilo kepada wartawan, Jumat (19/7/2024).
Draf peraturan yang mengatur ERP hingga pembatasan usia kendaraan itu belum diusulkan menjadi program prioritas yang dibahas DPRD dan Pemprov DKI.
Kini, Dishub masih menjalankan diskusi publik bersama Kementerian Perhubungan serta pakar dan praktisi bidang transportasi mengenai penyusunan raperda.
"Hasil yang diharapkan dari diskusi publik ini di antaranya klasifikasi komponen, sistem kebijakan berdasarkan seluruh percontohan, implementasi kebijakan dan rekomendasi bentuk strategi pembatasan usia dan jumlah kendaraan perseorangan," pungkas Susilo.