Suara.com - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan dirinya pernah ditolak membuka program studi spesialis paru pada masa Pandemi Covid-19. Padahal spesialis tersebut sangat dibutuhkan untuk menambah jumlah dokter spesialis paru yang masih sangat sedikit di Idonesia.
"Saya pernah spesialis paru, waktu covid kan banyak yang meninggal. Saya gak enak sebut perguruan tingginya, sangat terkenal. Aku minta ditambah dong spesialis paru karena banyak yang meninggal," cerita Budi, dikutip dari tayangan video podcast bersama Deddy Corbuzier, Rabu (18/9/2024).
Budi mengatakan saat itu bertemu dengan Ketua Kolegium spesialis paru. Namun rupanya, rencana serupa telah dilaksanakan sejak 5-10 tahun lalu. Akan tetapi, tak pernah bisa direalisasikan karena ada penolakan dari kampus sendiri.
"Gak bisa nambah spesialis paru karena ada tiga perguruan tinggi besar negeri Indonesia, saya sudah berusaha buka prodi paru selama 5-10 tahun lalu, gak bisa buka, pak," kata Budi mengulang perkataan Ketua Kolegium spesialis paru tersebut.
Baca Juga: Menkes Imbau Warga Tak Perlu Khawatir Infeksi Mpox: Aman Kalau Pernah Kena Cacar
Dia mengungkapkan bahwa ada kelompok dokter spesilis lain yang tidak mengizinkan ada prodi baru. Padahal, kata Budi, Indonesia masih sangat kekurangan dokter spesialis, termasuk paru.
"Akhirnya kita kirim ke China. Kita ada kerja sama dengan pemerintah di China. Nego sama pemerintah China, dikasih kesempatan, kita kirim. Saya kirim dari Sulawesi Barat, Nias," ujarnya.
Kejadian serupa juga kembali berulang ketika Kemenkes ingin membuka prodi spesialis bedah jantung.
Budi menyampaikan bahwa Kemenkes sempat menyiapkan 244 alat pasang ring jantung yang disebar ke rumah sakit di berbagai Kabupaten/Kota. Satu alat di RS tersebut ditargetkan harus memiliki minimal 3 dokter spesialis bedah jantung agar pelayanan bisa dilakukan 24 jam.
Sayangnya, Indonesia masih sangat kekurangan dokter spesialis jantung lantaran belum banyak universitas yang memiliki prodi tersebut.
Baca Juga: Deddy Corbuzier Sesumbar Pernah Naik Jet Pribadi seperti Kaesang: Bukan Pejabat, Enggak Kesorot
"Kita butuh bedah jantung terbuka, hanya ada di UI dan UNAIR, paling hanya 25-40 (lulusan dokter) setahun. Padahal kurangnya 350. Jadi kita kurang spesialis buat pasang ring," kata Budi.
Budi pun bermaksud membuka prodi baru agar jumlah lulusan dokter spesialis per tahun bisa lebih banyak. Dia menyebut bahwa dari 92 Fakultas Kedokteran, hanya 21 Universitas yang memiliki pendidikan spesialis. Bahkan prodi subspesialis jumlahnya lebih sedikit lagi, tidak sampai 10.
"Jadi begitu mau pasang alat, gak ada dokternya karena gak ada sekolahnya. Untuk buka sekolah, wah perizinannya. Mau buka satu saja gak dizinin, gak difasilitasi," ungkapnya.