Total sekitar 1,7 juta kotak makanan siap saji diimpor untuk mendukung kebutuhan jemaah, terutama saat puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).
"Ini menjadi salah satu cara kami tidak hanya menyediakan makanan yang praktis, tetapi juga mempertahankan cita rasa Nusantara," ujar Subhan.
Lebih dari itu, pemerintah juga mengekspor sekitar 70 ton bumbu khas Indonesia ke Arab Saudi untuk memastikan cita rasa autentik makanan yang disajikan.
Langkah ini bukan hanya untuk memberikan layanan katering optimal, tetapi juga bagian dari upaya membangun ekosistem ekonomi haji, yang melibatkan berbagai sektor industri dalam negeri.
Dengan kombinasi antara tradisi kuliner Nusantara dan kebutuhan nutrisi yang diperhitungkan, jemaah haji Indonesia dapat merasakan kenyamanan rasa dan gizi yang terjaga selama menjalankan ibadah di Tanah Suci.
Penjelasan Subhan Cholid tersebut sekaligus menjawab pernyataan Anggota Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI Marwan Jafar yang mengungkapkan bahwa salah satu masalah yang terjadi dalam penyelenggaraan haji tahun ini yakni persoalan layanan katering yang tidak beres.
"Banyak catering yang tidak menyajikan menu nusantara, sehingga jamaah tidak bisa menjalanakan ibadah dengan khusuk. Hal ini tidak sesuai dengan parjanjian kerja sama," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima, Senin (16/9/2024).
"Banyak katering yang mengirimkan makanan cepat saji. Selain itu perushaan yang ditunjuk Kemenag juga sangat tertutup, Dapurnya tidak terstandar. Patut diduga ada patgulipat ini meguntungkan pejabat di Kemenag dan merugikan jamaah,” lanjutnya.
Baca Juga: Kemenag Pastikan Transparansi Layanan Haji 2024: Proses Pengadaan Diawasi Ketat Itjen dan BPK