Ekonom Sebut Utang Peninggalan Jokowi Tak Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Ini Penjelasannya

Selasa, 17 September 2024 | 15:16 WIB
Ekonom Sebut Utang Peninggalan Jokowi Tak Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Ini Penjelasannya
Presiden Joko Widodo atau Jokowi (Instagram/jokowi)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Peningkatan utang negara yang dilakukan selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi bangsa.

Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, mengkritisi klaim pemerintah yang menyebut utang digunakan untuk hal yang produktif.

Sebab menurutnya, secara data justru rasio utang dengan pertumbuhan ekonomi negara tercatat tidak seimbang.

"Pertama, kenaikan pendapatan negara itu tidak signifikan dengan penambahan atau kenaikan utang," kata Awali dalam disukusi daring 'Warisan Utang Jokowi dan Prospek Pemerintahan Prabowo' dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa (17/9/2024).

Baca Juga: Jokowi Klaim Tidak Izinkan Ekspor Pasir Laut, Hanya Sedimen Berwujud Pasir

Awali menunjukan bahwa rasio utang pemerintah atas pendapatan negara sebesar 315,81 persen pada 2024. Jumlah tersebut hampir dua kali lipat daripada rasio utang pemerintah atas pendapatan negara ketika Jokowi baru menjadi Presiden pada 2014, yakni sebesar 168,27 persen.

Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi negara pada 2014 sebesar 5,01 persen. Data yang sama menunjukan pada triwulan I 2024 pertumbuhan ekonomi negara hanya naik sedikit menjadi 5,1 persen.

Selain dari data tersebut, Awali menyebutkan bukti lain utang tidak efektif juga terlihat dari nilai aset tetap pemerintah yang tidak sejalan. Data terakhir pada 2023, utang pemerintah pusat mencapai sekitar Rp8.144 triliun sementara nilai aset tetap pemerintah hampir mencapai Rp7.000 triliun.

"Akibatnya kalau kita lihat itu berartikan utang tidak cukup besar menjadi aset tetap. Misalnya jalan, jalan yang bertambah itu jalan tol. Kalau jalan nasional itu bertambahnya lebih sedikit dibandingkan era SBY (Susilo Bambang Yudhoyono)," jelasnya.

Data Kementerian Keuangan per Juli 2024 bahwa utang pemerintah telah mencapai Rp 8.502,69 triliun. Angka itu disebut menjadi rekor utang tertinggi. Walau begitu, pemerintah masih menganggap aman karena rasio utang masih di bawah 40 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Baca Juga: Bukan Pasir Laut, Jokowi: Yang Dibuka Ekspor Sedimen, Meski Wujudnya juga Pasir, Coba Dibaca!

Klaim tersebut turut dikritisi oleh Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J Rachbini. Dia mengingatkan bahwa pemerintah berikutnya jadi menanggung beban utang yang berat, bahkan sekadar untuk membayar bunga utang per tahun.

"Kalau di Jepang meskipun (rasio utang) 100 persen, tapi bunganya hanya 0,7-0,9 persen. Punya utang 500 triliun hanya bayar 30 triliun. Kalau kita punya utang 8.500 triliun, kita bayar 500 triliun," kata Didik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI