Suara.com - Sebuah video yang menampilkan Paus Fransiskus mencium tangan beberapa pria yang memakai kippah telah menjadi viral di media sosial, terutama setelah diunggah oleh akun Twitter @Andria75777.
Dalam cuitannya, @Andria75777 mengklaim bahwa Paus Fransiskus tengah mencium tangan anggota keluarga Rothschild, keluarga yang sering dikaitkan dengan teori konspirasi global.
Klaim ini diiringi narasi bahwa di Eropa, Paus tunduk pada keluarga Rothschild, sementara di Indonesia, orang-orang mencium tangan bahkan kening Paus.
Begini narasi dalam unggahan tersebut:
Baca Juga: Dilema Umat Katolik di Pemilu AS, Paus Fransiskus Serukan 'Pilih Kejahatan yang Lebih Kecil'
“Ternyata di Eropa, paus pranciskus itu tunduk kepada keluarga besar rothschild, 9 naganya Eropa, yang mayoritas keturunan yahudi, smntara di negeri konoha, paus pranciskus dicium tangan dan bahkan keningnya oleh manusia-manusia munafikun”.
NO COMMENT !!! THE POPE KISSING THE ROTHCHILDS HAND”.
Video tersebut telah dilihat lebih dari 60.000 kali dan mendapat respons 'suka' dari sekitar 803 pengguna Twitter. Namun, setelah dilakukan penelusuran dengan menggunakan alat InVid, terungkap bahwa klaim tersebut tidak benar.
Video asli yang diambil dari kanal YouTube CNN memperlihatkan momen saat Paus Fransiskus memberikan penghormatan kepada para penyintas Holocaust di Yad Vashem Holocaust Museum, Israel, sekitar delapan tahun yang lalu. Video itu berjudul “POPE: KISSES HOLOCAUST SURVIVORS”.
Kippah yang dikenakan para pria dalam video tersebut adalah simbol yang umum digunakan oleh pria Yahudi sebagai bagian dari tradisi keagamaan mereka.
Baca Juga: Cek Fakta: Penggerebekan Gibran Sengaja Disembunyikan Polisi Agar Wartawan Tidak Ambil Gambar
Paus Fransiskus, dalam gestur hormat dan empati, mencium tangan para penyintas tragedi Holocaust sebagai bentuk penghormatan atas penderitaan yang mereka alami selama perang dunia kedua. Tidak ada keterkaitan dengan keluarga Rothschild, seperti yang disampaikan dalam cuitan tersebut.
Dengan demikian, cuitan dari @Andria75777 dinyatakan sebagai konten yang menyesatkan dan telah membingkai peristiwa sejarah dalam konteks yang salah.
Untuk itu, diimbau kepada masyarakat agar melakukan verifikasi informasi sebelum menyebarkannya kepada khalayak, terutama dalam era di mana informasi dapat dengan mudah dimanipulasi dan disalahartikan.