Suara.com - Dalam operasi militer besar yang melibatkan pasukan Amerika Serikat (AS) dan Irak, empat pemimpin senior ISIS dilaporkan tewas. Operasi yang dilaksanakan pada 29 Agustus lalu ini merupakan salah satu serangan terbesar dalam beberapa tahun terakhir, menurut pernyataan Komando Pusat Amerika Serikat (CENTCOM) pada hari Jumat.
Operasi ini awalnya disebut berhasil menewaskan 15 anggota ISIS, namun setelah penilaian pasca-serangan, CENTCOM mengonfirmasi bahwa empat pemimpin penting, termasuk kepala manufaktur ISIS di Irak, terbunuh. Salah satu tokoh utama yang tewas adalah Abu Ali al-Tunisi, seorang pemimpin ISIS yang memiliki peran signifikan dalam pengembangan senjata dan pelatihan senjata kimia. Pemerintah AS telah menawarkan hadiah sebesar 5 juta dolar untuk informasi terkait keberadaannya.
Selain itu, dua pemimpin operasi ISIS di wilayah barat Irak juga dilaporkan tewas dalam operasi gabungan ini. Di antara mereka adalah Ahmad Hamid Hussein Abdel Jalil al-Ithawi, yang diyakini bertanggung jawab atas seluruh operasi ISIS di Irak.
Menurut laporan The New York Times, serangan ini melibatkan lebih dari 100 pasukan Operasi Khusus AS dan pasukan Irak dalam serangan fajar tersebut. Dalam insiden ini, lima tentara AS dilaporkan terluka, dengan dua di antaranya harus dievakuasi untuk perawatan lebih lanjut akibat cedera serius.
Baca Juga: Dilema Umat Katolik di Pemilu AS, Paus Fransiskus Serukan 'Pilih Kejahatan yang Lebih Kecil'
Operasi ini tidak hanya ditujukan untuk menargetkan para pemimpin ISIS, tetapi juga bertujuan untuk merusak dan menghentikan kemampuan organisasi tersebut dalam merencanakan serta melancarkan serangan terhadap warga Irak, warga AS, dan sekutu di kawasan tersebut. Komandan CENTCOM, Jenderal Erik Kurilla, menegaskan komitmen AS untuk mengalahkan ISIS secara berkelanjutan.
Namun, di tengah keberhasilan ini, Perdana Menteri Irak Mohammad Shia al-Sudani secara terbuka menyerukan penarikan pasukan AS dari Irak, di bawah tekanan dari Iran dan milisi yang didukung Teheran. Saat ini, sekitar 2.500 personel militer AS masih berada di Irak untuk membantu pemerintah setempat memerangi ancaman ISIS.
Meski kelompok ISIS telah mengalami kerugian besar selama beberapa tahun terakhir, Pentagon memperingatkan bahwa organisasi ini sedang berusaha untuk bangkit kembali. Hingga pertengahan 2024, ISIS tercatat telah mengklaim 153 serangan di Irak dan Suriah, dengan sekitar 2.500 militan yang masih berkeliaran di kedua negara tersebut.