Suara.com - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dikritik seharusnya tidak hanya memperingatkan masyarakat agar waspada dan berhati-hati terhadap ancaman megathrust, melainkan juga mengarahkan pelaku wisata untuk mampu melihat peluang.
Kritik itu disampaikan Ketua Umum Cendekiawan Pariwisata Indonesia Azril Azahari. Ia juga menyampaikan bahwa Kemenparekraf perlu lebih peka dalam melihat peluang pengembangan wisata dari tragedi bencana alam.
"Harusnya pemerintah bukan hanya memberikan warning. Tapi juga membuat suatu bencana ini menjadi peluang. Nah, ini belum pernah dilakukan. Misalnya ada banjir dan sebagainya, orang berwisata tapi juga bisa membantu daerah tersebut. Ini kan pariwisata bisa dikembangkan oleh Kementerian Pariwisata, tapi tidak dikembangkan, sayang menurut saya," tutur Azril kepada Suara.com saat dihubungi Kamis (12/9/2024).
Menurutnya, paradigma berwisata saat ini telah bergeser. Wisatawan tidak hanya datang ke lokasi wisata untuk sekadar bersantai, melainkan juga merasakan pengalaman khusus di luar kebiasaannya sehari-hari.
Baca Juga: Minimnya Literasi Soal Megathrust, Bikin Dunia Wisata Jadi Lesu?
Azril mengatakan, tren berwisata yang dahulu beruoa mass tourism telah berganti menjadi quality tourism sejak terjadinya Pandemi Covid-19.
"Itu harusnya bisa menjadi peluang bagi kita untuk belajar. Sehingga orang sekarang itu namanya special interest dengan customize tourism," ujar Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trisakti tersebut.
"Misalnya, tourist behavior itu sekarang melihat bahwa mereka tidak hanya mau melihat saja, tapi juga mereka ingin terlibat. Jadi look at, tapi juga bukan hanya melihat, ingin membantu. Makanya disebut sekarang konsepnya itu participatory, dia berpartisipasi terhadap kegiatan-kegiatan yang ada," katanya.
Konsep seperti itu bisa dimanfaatkan oleh Kemenparekraf untuk membuka bidang wisata baru di lokasi bencana alam. Saran Azril, wisatawan bisa ditawarkan paket liburan berupa kegiatan membantu korban bencana. Menurutnya, tren wisata seperti itu telah lazim terjadi di luar negeri, terutama di Jepang.
"Tapi tentu bukan sehari setelah terjadi bencana. Bisa beberapa hari setelahnya itu dibuka untuk wisatawan yang ingin membantu," ujarnya.
Baca Juga: Perbandingan Megathrust Selatan Jawa dan Tsunami Aceh, Seberapa Dampak dan Efeknya?
Azril mengaku kalau ia sebenarnya pernah menyampaikan saran tersebut kepada Menparekraf Sandiaga Uno. Namun, dia merasa belum ada respon positif dari mantan Wakil Gubernur Jakarta tersebut.
"Saya sudah bicarakan dengan Pak Sandi juga, tapi kelihatannya karena tidak memahami. Karena pariwisata itu kan sekarang sudah menjadi suatu scientific approach, jadi lebih kepada ilmiah sekarang, perkiraannya, evaluasi dan sebagainya, risetnya juga," ujarnya.