Suara.com - Kasus kekerasan seksual atau pelecehan secara fisik baru-baru ini terjadi di Malaysia, hingga menyedot perhatian publik di berbagai negara.
Pasalnya, ada 402 anak dan remaja menjadi korban pelecehan seksual terjadi di 20 panti jompo Malaysia.
Para korban, yang berusia antara satu hingga 17 tahun, disebut-sebut mengalami berbagai bentuk pelecehan.
Bahkan ada yang dipaksa melakukan tindakan seksual terhadap anak-anak lain, kata Irjen Polisi Razarudin Husain dalam konferensi pers dilansir dari BBC.
Baca Juga: Aktivis Amerika-Turki Tewas Dibunuh Tentara Israel, Rusia: Ini adalah Peristiwa Tragis
Polisi telah menangkap 171 tersangka, termasuk guru agama dan pengasuh.
Panti jompo tersebut diduga terkait dengan konglomerat Islam terkemuka yang telah mengeluarkan pernyataan yang menyangkal melakukan kesalahan.
Penggerebekan polisi pada hari Rabu di 20 rumah kesejahteraan di negara bagian Selangor dan Negeri Sembilan dipicu oleh laporan awal bulan ini mengenai eksploitasi anak, penganiayaan dan pelecehan seksual di fasilitas lain di negara bagian Negeri Sembilan.
Pada konferensi pers pada hari Rabu, Inspektur Razarudin mengatakan kepada wartawan bahwa beberapa tersangka – berusia antara 17 hingga 64 tahun – diduga menyentuh anak-anak tersebut, dengan alasan bahwa itu adalah bagian dari perlakuan agama.
Beberapa anak juga dilaporkan diajari untuk melakukan tindakan seksual serupa pada anak-anak lain di rumah tersebut.
Baca Juga: Mantan Presiden Peru, Alberto Fujimori Meninggal Dunia Padahal Baru Keluar dari Penjara
Anak-anak juga “dihukum dengan menggunakan benda logam yang dipanaskan” dan mereka yang sakit tidak diperbolehkan mencari perawatan medis sampai kondisi mereka menjadi kritis, tambahnya.
Anak-anak tersebut untuk sementara akan ditempatkan di pusat kepolisian di ibu kota Kuala Lumpur dan akan menjalani pemeriksaan kesehatan, kata Insp Razarudin.
Investigasi awal menemukan bahwa banyak anak-anak yang ditempatkan di rumah-rumah tersebut oleh orang tua mereka agar mereka dapat menjalani pendidikan agama, menurut kantor berita negara Bernama.
Penggerebekan tersebut terjadi beberapa hari setelah polisi membuka penyelidikan terhadap kelompok usaha Islamic Global Ikhwan Group (GISB) atas eksploitasi anak.
Polisi kemudian mengonfirmasi bahwa kedua kasus tersebut ada kaitannya.
Wakil Inspektur Jenderal Polisi Ayob Khan Mydin Pitchay mengatakan penyelidikan awal telah mengungkapkan bahwa modus operandi GISB adalah mendirikan rumah kesejahteraan untuk mengumpulkan sumbangan, kata sebuah laporan oleh New Straits Times.
Kelompok tersebut membantah tuduhan tersebut dalam sebuah pernyataan yang diposting ke Facebook pada hari Rabu.
“Perusahaan tidak akan berkompromi dengan aktivitas apa pun yang melanggar hukum, khususnya terkait eksploitasi anak,” katanya.
GISB memiliki ratusan bisnis di 20 negara, yang beroperasi di berbagai sektor mulai dari perhotelan, makanan, hingga pendidikan.
Komisi Hak Asasi Manusia Malaysia, atau Suhakam, menyerukan peraturan yang lebih ketat di rumah kesejahteraan.
“Masalahnya adalah tempat-tempat ini tidak diatur atau diawasi dengan baik,” kata komisaris anak-anak Suhakam, Farah Nini Dusuki, kepada situs berita online Free Malaysia Today.
“Kita punya masalah serius dalam pengawasan dan pengawasan, oleh karena itu kita perlu masyarakat lebih waspada,” katanya.