Suara.com - Akademisi dari Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI) Suyud Warno Utomo mengkritik tata cara pengajuan perlindungan hukum oleh pejuang lingkungan yang diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 10 tahun 2024. Pasalnya, dalam Permen tersebut diatur bahwa pengajuan permohonan perlindungan hukum hanya kepada Menteri LHK.
Hal tersebut ditulis dalam Pasal 9 ayat 1 Permen LHK 10/2024. Permohonan perlindungan hukum itu dapat dilakukan secara tertulis oleh pemohon itu sendiri maupun diwakilkan oleh keluarga inti, penasihat hukum, atau orang yang diberikan kuasa.
"Ini yang agak repot kalau misalnya pengajuan ke Menteri. Kalau pejuang lingkungan, misalnya di daerah pelosok, mau ke Jakarta, mau menyampaikan ke Menteri kan sekarang enggak tahu mekanismenya," kata Suyud kepada Suara.com, saat dihubungi, Kamis (12/9/2024).
Dia menyambut baik dengan diterbitkannya Permen tentang Perlindungan Hukum bagi Orang yang Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat tersebut. Akan tetapi, khusus pasal tentang permohonan perlindungan hukum tersebut seharusnya tata caranya dibuat lebih mudah.
Ketua Persatuan Program Studi Ilmu Lingkungan atau PEPSILI itu menyampaikan bahwa kerusakan lingkungan telah terjadi di seluruh daerah Indonesia. Sehingga konflik lingkungan yang terjadi juga makin luas.
Suyud khawatir kalau permohonan itu dibuat sentral kepada menteri LHK langsung akan menimbulkan respon yang terlalu lama.
"Nanti responsnya bisa lama. Kalau lama nanti yang memperjuangkan juga semakin berkurang semangatnya. Kalau menurut saya, ya janganlah semuanya disentralisasi, cari mekanismenya bagaimana supaya cepat tanggap sikap," ujarnya.
Dia menyarankan, seharusnya permohonan perlindungan hukum tersebut bisa dibuat berjenjang dengan melibatkan instansi yang ditugaskan untuk mengendalikan dampak lingkungan hidup.
Dalam Pasal 16 pada Permen itu juga disebutkan kalau menteri dapat memberikan perlindungan hukum atas tindakan pembalasan, berupa somasi dan gugatan perdata. Meski begitu, Pasal 17 juga mengatur bahwa menteri dapat menolak permohonan perlindungan hukum pejuang lingkungan, dengan melampirkan pertimbangan penolakan.