Aktivis HAM ke Erina dan Menkominfo: Lu Liat ke Stasiun Manggarai, Orang Hamil Gede Gak Dapat Transportasi Nyaman!

Kamis, 12 September 2024 | 19:59 WIB
Aktivis HAM ke Erina dan Menkominfo: Lu Liat ke Stasiun Manggarai, Orang Hamil Gede Gak Dapat Transportasi Nyaman!
Aktivis HAM Fatia Maulidiyanti. (Suara.com/Novian)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Sebelumnya pembelaan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi terhadap Erina Gudono yang naik privat jet ke Amerika Serikat membuat publik geram.

Pasalnya, Budi Arie membela menantu Presiden Joko Widodo tersebut dengan alasan bahwa Erina tengah hamil besar hingga tak bisa menggunakan pesawat komersil.

"Pokoknya udahlah. Satu, istrinya Mas Kesang itu kan hamil sudah delapan bulan. Kan nggak boleh naik angkutan umum, pesawat umum, mana boleh," kata Budi Arie usai menghadiri rapat bersama Komisi I DPR di gedung MPR/DPR/DPD RI Senayan, Jakarta, pada Selasa (10/9/2024).

Pernyataan Budi Arie ini seolah menjadi ironi bagi ibu hamil di Indonesia lainnya yang harus susah payah mengakses fasilitas kesehatan. Bukan hanya itu, bahkan untuk keselamatan nyawa, angka kematian ibu masih tinggi. Hal ini berkaitan dengan sarana dan fasilitas kesehatan yang masih kurang.

Menyadur dari situs kemenkes.go.id, pada tahun 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa kematian ibu hamil terjadi hampir setiap dua menit, dengan sekitar 800 perempuan meninggal setiap hari karena penyebab yang dapat dicegah terkait kehamilan dan persalinan.

Kolase Menkominfo Budi Arie dan Erina Gudono (Suara.com;Instagram/@erinagudono)
Kolase Menkominfo Budi Arie dan Erina Gudono (Suara.com;Instagram/@erinagudono)

Di Indonesia, angka kematian ibu hamil mencapai 4.005 pada tahun 2022 dan meningkat menjadi 4.129 pada tahun 2023, menurut data Maternal Perinatal Death Notification (MPDN) dari Kementerian Kesehatan.

Dr. Gde Suardana, Sp. O. G., menjelaskan bahwa tingginya angka kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh terlambatnya diagnosis dan rujukan ke fasilitas kesehatan yang memadai.

"Terlambat menegakkan diagnosis itu menyebabkan dia (ibu hamil) datang ke fasilitas kesehatan dalam kondisi yang, istilahnya, kurang baik kondisinya,” kata Gde Suardana.

Keterlambatan deteksi kegawatdaruratan seperti preeklamsia dan eklamsia, serta pendarahan dan infeksi, berkontribusi signifikan terhadap kematian ibu hamil.

Baca Juga: Kominfo dan Indosat Siap Datangi DPR buat Klarifikasi Kasus Pencurian Data Ribuan NIK Warga

WHO merekomendasikan pemeriksaan kehamilan antenatal care (ANC) minimal delapan kali, sedangkan Kemenkes mengusulkan minimal enam kali, dengan tujuan untuk menurunkan angka kematian ibu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI