Suara.com - Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat memberikan arahan pada acara peringatan HUT Ke-23 Partai Demokrat mengingatkan negara akan mengalami kekacauan jika ada banyak "matahari" yang memimpin.
Menanggapi hal itu, analis komunikasi politik, Jamiluddin Ritonga menilai, jika pernyataan SBY itu nampaknya ditujukan kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Presiden Jokowi. Pasalnya dua tokoh itu akan berebut pengaruh ke depan.
"Pernyataan SBY terkait banyak matahari tampaknya diarahkan pada pemimpin negeri saat ini. Bisa jadi, secara spesifik hal itu ditujukan pada presiden terpilih dan presiden yang akan lengser. Dua sosok ini tampaknya akan berebut pengaruh," kata Jamiluddin kepada Suara.com, Kamis (12/9/2024).
Dia bilang, kekinian Jokowi di satu sisi terkesan ingin menunjukkan bahwa dirinya tetap berpengaruh. Bahkan dikesankan Jokowi akan membayangi Prabowo sebagai presiden.
"Di sisi lain, Prabowo ingin menunjukkan bahwa dirinya sebagai pemimpin yang sah di Indonesia. Untuk itu, Prabowo tampak sudah menyusun formasi kekuasaan, terutama melalui koalisi partai yang sangat besar," beber dia.
Menurut dia, kalau Jokowi terus ingin tetap memiliki pengaruh, maka akan berimplikasi pada efektifitas kekuasaan yang dimiliki Prabowo. Bahkan hal itu akan akan menggeroti kekuasaan yang sah yang dimiliki Prabowo.
Situasi demikian, dapat melemahkan wibawa Prabowo. Karena masyarakat bingung akan mengikuti dualisme kepemimpinan tersebut.
"Hal itu dapat mengganggu stabilitas politik nasional. Implikasinya pembangunan tidak akan dapat berjalan optimal. Masalahnya, apakah Prabowo memang memberi angin kepada Jokowi agar tetap memiliki pengaruh? Kalau ya, maka matahari kembar itu memang diinginkan Prabowo," terangnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, jika memang matahari kembar dibiarkan akan membuat politik nasional semakin tak menentu.
Baca Juga: SBY Wanti-wanti Jangan Banyak Matahari, Analis Langsung Singgung Prabowo Sudah Terdikte Jokowi
"Situasi demikian membuat kredibilitas pemerintahan Prabowo nantinya akam semakin lemah. Ini tentu dapat berimplikasi pasa lemahnya efektitas Prabowo sebagai presiden," pungkasnya.