Suara.com - Sejumlah partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM), pengusung pasangan presiden dan wapres terpilih Prabowo Subianto – Gibran Rabuming Raka, hari-hari ini mulai membahas secara intensif komposisi menteri pada kabinet untuk pemerintahan mendatang.
Saat ini muncul wacana kabinet zaken seperti yang digulirkan Prabowo Subianto. Pemilihan menteri dalam kabinet zaken, representasi partai politik tidak menjadi prioritas.
Dengan lebih mengedepankan unsur profesional, diharapkan performa menteri yang ditunjuk bisa fokus pada implementasi program, tanpa beban atau target tertentu dari partai pengusulnya.
Sejarah Zaken Kabinet di Indonesia terjadi pada tahun 1957 pada kabinet Djuanda. Seperti diketahui, kabinet Djuanda merupakan salah satu tonggak penting dalam sejarah pemerintahan Indonesia.
Baca Juga: Sejarah Kabinet Djuanda, Contoh Zaken Kabinet yang Pernah Diterapkan di Indonesia
Kabinet ini berhasil mengatasi berbagai masalah yang kompleks dan menciptakan stabilitas politik serta ekonomi yang relatif lebih baik.
Warisan Kabinet Djuanda masih relevan hingga saat ini dan menjadi inspirasi bagi para pemimpin bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan.
Namun demikian, kabinet yang diisi oleh para profesional di bidangnya ini bukan tidak mungkin tanpa kekurangan.
Berikut kekurangan Zaken kabinet yang diambil dari berbagai sumber :
Kurang representatif: Kabinet zaken seringkali dianggap kurang representatif karena tidak mencerminkan suara partai politik yang memiliki dukungan rakyat. Hal ini dapat menimbulkan perasaan tidak puas di kalangan masyarakat dan partai politik.
Baca Juga: Zaken Kabinet Ala Prabowo: Seperti Apa Contoh Penerapannya di Indonesia?
Sulit membangun konsensus: Membentuk kabinet zaken yang solid dan kompak dapat menjadi tantangan tersendiri, terutama jika para menteri berasal dari latar belakang yang berbeda-beda.
Potensi konflik kepentingan: Jika para menteri memiliki kepentingan pribadi atau kelompok yang kuat, maka dapat menghambat pengambilan keputusan yang objektif.
Kurang fleksibel: Kabinet zaken cenderung kurang fleksibel dalam merespons perubahan situasi politik dan sosial. Hal ini disebabkan karena para menteri tidak memiliki basis dukungan politik yang kuat.