Suara.com - Serangan udara di Gaza semakin memperparah krisis kemanusiaan di wilayah tersebut, terutama setelah serangan mematikan yang menghantam kamp pengungsi al-Mawasi pada Selasa malam. Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 19 orang dan melukai puluhan warga sipil yang saat itu tengah tidur di tenda-tenda mereka.
Menurut Bulan Sabit Merah Palestina, tidak ada lagi tempat aman bagi warga Palestina di Gaza, meskipun kamp al-Mawasi telah ditetapkan sebagai "zona kemanusiaan" oleh Israel.
Nebal Farsakh, juru bicara Bulan Sabit Merah Palestina, menyatakan bahwa serangan ini menunjukkan kegagalan total dalam melindungi warga sipil, bahkan di area yang seharusnya menjadi tempat perlindungan.
"Orang-orang yang terbunuh kemarin, mereka sedang tidur pada saat serangan itu terjadi," ungkap Farsakh kepada Al Arabiya News, dikutip Suara.com, Rabu.
Baca Juga: 40 Orang Tewas! Israel Serang Zona Aman di Jalur Gaza Selatan Gunakan Bom Amerika Serikat
Pihak militer Israel mengklaim bahwa serangan tersebut ditujukan pada militan Palestina yang diduga menyusup ke kamp tersebut. Namun, klaim ini langsung dibantah oleh Hamas, yang menyebutnya sebagai kebohongan nyata.
Bulan Sabit Merah Palestina juga menyatakan bahwa banyak korban masih terjebak di bawah reruntuhan, dan upaya penyelamatan terus berlangsung.
Farsakh mengkritik keras tindakan Israel yang menurutnya melanggar hukum internasional dan terus memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza. Ia juga mendesak para pemimpin dunia untuk segera bertindak menghentikan serangan dan melindungi warga sipil serta pekerja kemanusiaan yang bekerja di wilayah tersebut.
Serangan ini terjadi setelah serangkaian aksi kekerasan yang dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang di Israel.
Sejak itu, serangan balasan Israel telah menewaskan lebih dari 41.020 orang di Gaza, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, menurut data Kementerian Kesehatan Gaza yang dikonfirmasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Baca Juga: Sentimen Anti-Muslim di Chicago Meningkat, Picu Diskriminasi di Tempat Kerja Hingga Sekolah