Suara.com - Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan, mewanti-wanti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tetap patuh terhadap proses hukum, salah satunya gugatan praperadilan dari tersangka. KPK diminta tidak mengabaikan hak konstitusional dari setiap tersangka untuk mengajukan gugatan praperadilan.
Hal itu disampaikan Hinca menanggapi sikap KPK yang kerap mangkir dari sidang gugatan praperadilan yang diajukan tersangka. Padahal, dalam setiap pernyataannya KPK tegas menyatakan akan menghormati langkah hukum dari tersangka yang keberatan dengan penetapan tersangka tersebut.
"Praperadilan itu instrumen hukum yang disediakan undang-undang (UU) untuk melakukan koreksi atas proses penyidikan oleh penyidik agar jangan melanggar due process of law yang sudah ditentukan KUHAP," kata Hinca kepada wartawan, Selasa (10/9/2024).
Adapun untuk hari ini, lembaga antirasuah itu kembali tak menghadiri sidang gugatan praperadilan tersangka dari pihak swasta berinisial A. Tak hanya itu, KPK juga 'seolah' sengaja tak hadir dalam sidang gugatan praperadilan tiga tersangka lain dari pihak internal PT ASDP (Persero) berinisial HMAC, MYH, dan IP.
Untuk itu, Hinca pun menegaskan, jika praperadilan merupakan hak tersangka yang dilindungi UU. Sehingga, KPK seharusnya menghormati hak tersangka itu dengan hadir dan 'bertarung' membeberkan dalil atas penetapan tersangkanya.
Legislator dari Fraksi Partai Demokrat itu menegaskan jika pengadilan merupakan tempat terhormat untuk menguji tahapan-tahapan yang dilakukan KPK dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
"Pengadilan menjadi tempat terhormat untuk menguji tahapan demi tahapan yang bersifat administratif yang tak boleh diabaikan sebaliknya harus teratur dan ditaati dengan presisi," katanya.
Bukan tanpa alasan KPK harus benar-benar serius menanggapi gugatan praperadilan dari tersangka. Menurutnya, praperadilan harus dihadapi penegak hukum karena KUHAP menyediakan waktu penyelenggaraan praperadilan dengan singkat.
Sehingga, kata dia, tidak ada alasan lembaga hukum termasuk KPK untuk tak hadir dalam sidang gugatan praperadilan tersangka. KPK harus benar-benar menyiapkan dalil penetapan tersangka untuk dibeberkan di pengadilan.
Baca Juga: Nah Lho! KPK Sebut Ada Satu Cakada 2024 Berstatus Tersangka, Siapa?
"Karena sifatnya menguji proses administratif due process of law atas hak asasi tersangka apakah penetapan status tersangka sah atau tidak, atau penggeledahan yang sah atau tidak sah atau penyitaan yang sah atau tidak sah penting dan vital, maka KUHAP menyediakan waktu yang singkat," katanya.
"Karena itu, jika hakim praperadilan sudah menetapkan jadwal sidang dan memanggil penyidik agar hadir pada waktunya wajib lah semua pihak hadir di persidangan. Saya kira KPK harus memenuhi kewajibannya utk hadir di persidangan membuktikan tindakan yang diambilnya sah," sambungnya.
Di sisi lain, Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat ini mengingatkan hakim untuk tunduk pada KUHAP. Terpenting, menjaga dan memastikan para pihak yang berparkara hadir dalam persidangan mengingat waktu yang disediakan KUHAP snagat singkat.
"Jika penyidik KPK sebagai termohon tak kunjung hadir, dan sudah dipanggil secara patut hakim harus melanjutkan proses tahapan persidangan selanjutnya. Untuk apa? Untuk memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan," tegasnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan empat pihak berinisial A, HMAC, MYH, dan IP sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di PT ASDP (Persero). Kasus ini terkait proses kerja sama usaha dan akuisisi PT jembatan Nusantara oleh PT ASDP tahun 2019-2022.
Atas penetapan itu, keempat tersangka pun mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Namun dalam perjalan sidang gugatan, KPK justru tidak pernah hadir dalam sidang gugatan praperadilan tersebut.