Video Misa Suci 1989 Yogyakarta Viral: Ternyata Penantian 35 Tahun Tidak Terasa Lama, Ini Buktinya

Selasa, 10 September 2024 | 10:57 WIB
Video Misa Suci 1989 Yogyakarta Viral: Ternyata Penantian 35 Tahun Tidak Terasa Lama, Ini Buktinya
Sri Paus Yohanes Paulus II (1989) dan Sri Paus Fransiskus (2024) menyapa umat Katolik menjelang Perayaan Ekaristi saat dua pemimpin tertinggi Takhta Suci Vatikan itu berada di Tanah Air dengan beda 35 tahun [kolase: screenshot YouTube Komsos Keuskupan Agung Semarang dan Instagram @franciscus Pope Francis Official]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pada Senin (2/9/2024) atau sehari sebelum Yang Mulia Sri Paus Fransiskus mendarat di bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Provinsi Banten, pada Selasa (3/9/2024), Komsos Keuskupan Agung Semarang mengunggah Misa Akbar Sri Paus Santo Yohanes Paulus II di Yogyakarta dalam bentuk full dokumentasi sepanjang 2 jam 44 menit dan 56 detik.

Hasilnya viral, telah mendapatkan 65.767 views, dengan 1,2 juta likes, dan tentu saja, banjir komentar. Serunya lagi, dari berbagai komentar yang dilayangkan tidak sedikit umat peserta Misa Suci Yogyakarta pada 10 Oktober 1989 hadir lagi dalam Misa Suci Jakarta pada 5 September 2024.

Suasana menjelang Perayaan Ekaristi bersama Sri Paus Yohanes Paulus II (1989, kiri) dan Sri Paus Fransiskus (2024, kanan) [kolase: screenshot YouTube Komsos Keuskupan Agung Semarang dan Instagram @franciscus Pope Francis Official]
Suasana menjelang Perayaan Ekaristi bersama Sri Paus Yohanes Paulus II (1989, kiri) dan Sri Paus Fransiskus (2024, kanan) [kolase: screenshot YouTube Komsos Keuskupan Agung Semarang dan Instagram @franciscus Pope Francis Official]

Atau paling tidak, pada saat misa 35 tahun lalu, umat yang datang di Misa Suci di Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta masih berada di dalam rahim ibu mereka, sehingga ayah dan kerabat mereka yang turut serta, namun sang ibu tinggal di rumah.

Kemudian dalam misa suci terbaru di Tanah Air mereka hadir langsung, bahkan mendampingi orangtua mereka, yang 35 tahun lalu berada di venue Yogyakarta dalam Perayaan Ekaristi bersama Sri Paus Santo Yohanes Paulus II.

Baca Juga: Misa Suci Bersama Sri Paus Fransiskus: Keberagaman Bahasa yang Menyatukan Iman

Dengan situasi seperti ini, rasanya penantian 35 tahun tidak terasa. Justru menjadi berkah, utamanya mereka yang mengalami dua kali, sehingga telah bertatap muka dengan dua Bapa Suci yang mengadakan Apostolic Journey atau Papal Visit ke negeri kita tercinta.

Beberapa catatan dari penyelenggaraan Perayaan Ekaristi bersama Sri Paus Santo Yohanes Paulus II di Yogyakarta pada 1989 dan bersama Sri Paus Fransiskus di Jakarta pada 2024, terdapat sederet kesamaan dan perbedaan yang sama-sama indah serta agung.

Terpaut 35 tahun, tentu saja kemajuan teknologi turut berbicara banyak dalam pelaksanaannya. Antara lain penggunaan gelang tiket berisi kode tempat duduk, mulai baris sampai sektor, tata cara dan pelaksanaan perayaan Ekaristi secara lengkap untuk versi 2024.

Sedangkan versi 1989, umat berdiri dan berbaris di tempat terbuka tanpa penutup atap, dialasi rumput, serta datang menggunakan bus sampai jalan kaki lebih dari 15 km.

Akan tetapi, warna kuning sebagai warna bendera Sancta Sedes atau Takhta Suci Vatikan mendominasi kedua venue yang berbeda 35 tahun.

Baca Juga: Sri Paus Fransiskus Tiba di Gereja Katedral: Beliau Ayah yang Kunjungi Semua Anak-Anaknya

Demikian pula seruan "Viva il Papa" tetap ada, dan di Yogyakarta terdengar menyatu dalam gending khas Jawa. Sedangkan terbaru, lebih kepada seruan bersemangat.

Dalam mendaraskan doa, Sri Paus Yohanes Paulus II (1989) menggunakan Bahasa Indonesia dan Sri Paus Fransiskus (2024) menggunakan Bahasa Latin [kolase: screenshot YouTube Komsos Keuskupan Agung Semarang dan Instagram @franciscus Pope Francis Official]
Dalam mendaraskan doa, Sri Paus Yohanes Paulus II (1989) menggunakan Bahasa Indonesia dan Sri Paus Fransiskus (2024) menggunakan Bahasa Latin [kolase: screenshot YouTube Komsos Keuskupan Agung Semarang dan Instagram @franciscus Pope Francis Official]

Ada pun busana tradisional berbagai suku bangsa di Indonesia tetap ada dalam Perayaan Ekaristi 1989 mau pun 2024.

Pada 1989, bisa disimak selain beskap dan blangkon, serta kain kebaya, dan bermacam lagi, seperti baju bodo khas Makassar, serta topi ti' ilangga dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Hal senada juga ditemui tahun ini.

Kemudian, soal venue. Lokasi penyelenggaraan di Jakarta pada 2024 menggunakan gelanggang olah raga atau Gelora, yaitu Gelora Bung Karno atau GBK, di Senayan, dan memfungsikan baik stadion utama bagi yang berusia dewasa dan lanjut, serta stadion madya bagi remaja serta orang muda. Diperkirakan angka umat mencapai 90 ribuan.

Seluruhnya duduk di bangku stadion yang biasa digunakan terutama untuk olah raga sepak bola. Bangunan yang digunakan adalah bangunan permanen, dengan altar non-permanen di atas panggung yang dilengkapi salib corpus Yesus serta patung Bunda Maria Segala Suku.

Sedangkan di Yogyakarta memfungsikan lapangan udara militer milik Angkatan Udara RI yaitu Bandara Adi Sucipto, dengan umat ditempatkan di lapangan rumput yang ada di sekeliling landas pacu. Ada pula yang mendapatkan lokasi istimewa, yaitu berada di bawah sayap pesawat yang tengah parkir di lokasi.

Kemudian, mengingat lokasi Perayaan Ekaristi bersama Sri Paus Santo Yohanes Paulus II bukan berupa bangunan permanen, mimbar dibuat di atas panggung dengan material bambu. Serta patung Bunda Maria yang langsung diberkati Sri Paus Santo Yohanes Paulus II setelah beliau keluar dari Sakristi, dan sekarang patung berada di Gua Maria Kaliori, Banyumas.

Kedua Perayaan Ekaristi yang terpaut 35 tahun ini dilaksanakan secara konselebrasi. Baik di Jakarta mau pun di Yogyakarta.

Sri Paus Santo Yohanes Paulus II yang terkenal akan kecakapannya dalam berbahasa, yaitu menguasai tidak kurang dari 15 bahasa memimpin ritus pembuka, liturgi sabda, liturgi ekaristi, dan ritus penutup dalam Bahasa Indonesia.

Sedangkan homili disampaikan dalam Bahasa Inggris dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Sementara Sri Paus Fransiskus memimpin dalam Bahasa Latin, serta menyampaikan homili dalam Bahasa Italia, kemudian doa umat dibacakan dalam bahasa daerah, yaitu Bahasa Jawa, Bahasa Toraja, Bahasa Manggarai Nusa Tenggara Timur, Bahasa Batak Toba, Bahasa Dayak Kanayatn, serta Bahasa Malind, dari Merauke, Papua.

Gestur Sri Paus Yohanes Paulus II (1989) dan Sri Paus Fransiskus (2024) sebagai penggembala umat Katolik dalam Perayaan Ekaristi dengan beda 35 tahun [kolase: screenshot YouTube Komsos Keuskupan Agung Semarang dan Instagram @franciscus Pope Francis Official]
Gestur Sri Paus Yohanes Paulus II (1989) dan Sri Paus Fransiskus (2024) sebagai penggembala umat Katolik dalam Perayaan Ekaristi dengan beda 35 tahun [kolase: screenshot YouTube Komsos Keuskupan Agung Semarang dan Instagram @franciscus Pope Francis Official]

Dalam keterangannya, pengunggah video menyatakan antara lain, "Saudari-saudara terkasih, mari kita saksikan bersama dokumentasi berharga yang penuh kenangan ini dengan penuh sukacita. Kehadiran Paus Fransiskus di Indonesia tentu mengingatkan kita akan momen ini. Momen di mana Paus Yohanes Paulus Kedua hadir di Keuskupan Agung Semarang, di Yogyakarta."

Kemudian, tidak lupa juga diungkapkan penghargaan kepada para dokumenter perayaan Ekaristi ini.

"Terima kasih kepada para senior kami yang menyimpan dokumentasi ini dengan baik. Apakah Anda, orangtua, kakek, dan nenek Anda mengikuti langsung Misa ini? Bagikan pengalaman Anda sekalian di komentar, ya! Salam doa dan Berkah Dalem. Viva il Papa," demikian penutup keterangannya.

Amen. Viva il Papa!

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI