Soroti Fenomena Anggota DPRD Gadai SK usai Dilantik, Sosiolog: Pembusukan Demokrasi di Level Paling Rendah

Jum'at, 06 September 2024 | 16:25 WIB
Soroti Fenomena Anggota DPRD Gadai SK usai Dilantik, Sosiolog: Pembusukan Demokrasi di Level Paling Rendah
Potongan video puluhan caleg terpilih setelah resmi dilantik menjadi anggota DPRD Kabupaten Subang. (tangkapan layar/ist)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) AB Widyanta menyoroti fenomena anggota DPRD terpilih yang ramai-ramai menggadaikan surat keputusan (SK) ke bank setelah dilantik menjadi dewan. Peristiwa anggota DPRD terpilih menggadaikan SK demi dapatkan pinjaman uang di antaranya terjadi di Serang dan Subang.

Menurut Widyanta, fenomena tersebut menunjukan kalau praktik demokrasi dijalankan dengan sangat rendah. 

Dia menyebut, hal yang dilakukan para anggota DPRD Serang itu sebagai fenomena khas dari perpolitikan Indonesia yang mengalami pembusukan.

"Pembusukan demokrasi itu kita bisa lihat dalam wajah di Serang. Bagian dari bahwa demokrasi di negeri ini sudah berada di level yang paling rendah dalam praktik politik demokrasi selama pasca-reformasi, ini yang terendah," kata Widyanta kepada Suara.com saat dihubungi, Jumat (6/9/2024). 

Baca Juga: Heboh Anggota DPRD Subang Kompak Gadai SK ke Bank usai Dilantik: Bayar Utang atau Balikin Modal Nyaleg?

Potongan video puluhan caleg terpilih setelah resmi dilantik menjadi anggota DPRD Kabupaten Subang. (tangkapan layar/ist)
Potongan video puluhan caleg terpilih setelah resmi dilantik menjadi anggota DPRD Kabupaten Subang. (tangkapan layar/ist)

Telah jadi rahasia umum kalau para calon legislatif perlu keluarkan modal politik saat proses pemilu. Padahal, menurut Widyanta, pelaksanaan demokrasi seharusnya tidak membutuhkan biaya mahal.

Namun, dalam praktiknya, sistem demokrasi jadi terasa mahal akibat praktik berpolitik yang telah dikotori, salah satunya dengan menjalankan politik uang setiap kali proses pemilu.

"Mahal ketika sistem demokrasi itu sendiri sudah dikotori dengan praktik-praktik yang memang kita tidak terbiasa untuk punya etos. Dan ini adalah bagian dari bagaimana orang-orang sudah menjadikan segala sesuatu sebagai bagian dari komoditas yang diperjual-belikan," ujarnya.

Dosen Departemen Sosiologi UGM itu mengkritisi, fenomena seperti itu sebenarnya jadi ciri khas dari masyarakat kapitalistik yang rakus. 

"Tentu saja ini catatan yang juga penting untuk disampaikan karena bagaimana juga terjadi bukan hanya political decay, yang lebih parah adalah constitutional decay atau bahkan constitution decay. Constitutional itu adalah perundang-undangan yang juga sudah mulai dibusukkan oleh praktik-praktik pengubahan undang-undang secara tidak demokratik dengan cara-cara yang buruk," pungkasnya.

Baca Juga: Maki-maki buat Shock Therapy, Silfester Matutina Kini Ancam Rocky Gerung: Saya Janji Kejar Orang Itu sampai Lubang Tikus

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI