Suara.com - Inilah Indonesia, dengan segala keberagamannya. Para umat menyiapkan berbagai outfit istimewa untuk Misa Agung bersama Sri Paus Fransiskus di Gelora Bung Karno (GBK) pada Kamis (5/9/2024).
Mulai pukul 12.00 WIB, gelombang umat Katolik mulai memadati kompleks olah raga di Senayan, Jakarta.
Mereka tampil khas atau memberikan ciri sendiri berdasarkan kelompok sehingga mudah dibedakan dengan grup lainnya. Unsur kreativitas turut hadir, memberikan sentuhan khas yang seru untuk disimak.
Antara lain beberapa grup mengenakan rompi, atasan, bawahan, sampai kain tenun, batik, serta berbagai kain khas Nusantara.
Baca Juga: Misa Suci Bersama Sri Paus Fransiskus: Keberagaman Bahasa yang Menyatukan Iman
Kemudian–mayoritas–adalah kaus dengan desain tersendiri. Seluruhnya menggambarkan sosok Paus Fransiskus, namun dalam gaya berbeda-beda.
Mulai diprint di kaus, sampai sulaman pada jaket atau kemeja.
Ende Mathius Wakerkwa adalah seorang umat asal Nabire, Papua Tengah yang mengenakan busana kreasi khas daerahnya.
Yaitu kemeja bercorak Papua, celana panjang, ditambah topi dari kulit kayu, dengan ornamen cangkang keong, manik-manik, sampai seekor cenderawasih, atau bird of paradise.
“Rasa senang luar biasa karena ini pengalaman langka. Belum tentu dalam 35 tahun terjadi lagi,” papar Ende Mathius Wakerkwa.
Baca Juga: Pesan Menyentuh Papa Francesco dalam Misa Agung GBK: Jadilah Penabur Kasih
Senada ungkapan Budi, anggota Komunitas Pukat dari Keuskupan Denpasar, Bali.
Ia dan rekan-rekannya berhasil mendapatkan akomodasi di kawasan GBK sehingga cukup berjalan kaki menuju venue.
Untuk penanda kostum kelompok, Budi dan komunitasnya mengenakan kaus kuning dengan gambar Sri Paus Fransiskus di punggung.
Desain tentu saja hasil kreasi komunitas sendiri.
Selain kostum, masih ada bermacam banner, bendera, sampai penanda unik kelompok seperti bunga matahari plastik.
Lantas bagaimana dengan komunitas yang masih perlu menambah outfit.
Jangan khawatir. Para pedagang asongan sudah siap dengan bermacam aksesoris. Seperti kipas bergambar Sri Paus Fransiskus seharga mulai Rp 20.000 untuk dimensi kecil, dan Rp 85.000 untuk dimensi besar. Bando sekira Rp 18.000.
Nuryati, salah satu pedagang asongan yang ditemui usai acara menyatakan bahwa bertambah malam harga dagangannya dibanting.
“Biar cepat habis, dan pulang bawa uang. Syukurlah hampir habis, karena para pengunjung ‘kan ingin kenang-kenangan dan oleh-oleh. Mungkin saat melihat pertama belum ingin beli, namun setelah balik dari stadion baru beli,” tukasnya sembari menambahkan para pembeli banyak yang berasal dari luar Jakarta.