Kritik Internasional Menguat, Sejumlah Ulama di Afghanistan Tolak Kebijakan Taliban

Bella Suara.Com
Rabu, 04 September 2024 | 23:05 WIB
Kritik Internasional Menguat, Sejumlah Ulama di Afghanistan Tolak Kebijakan Taliban
Delegasi Taliban saat perundingan di Doha, Qatar. (Foto: AFP)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan anggota parlemen Afghanistan dan mantan duta besar untuk Norwegia, Shukria Barakzai menekankan bahwa peran perempuan dalam ekonomi dan masyarakat tidak bisa diabaikan begitu saja.

Dalam wawancara dengan Riz Khan dari Al Arabiya, Barakzai menggambarkan situasi saat ini sebagai kemunduran besar bagi Afghanistan. Ia menyebutkan bahwa dengan undang-undang baru yang mengucilkan perempuan dari kehidupan publik, negara akan kehilangan kontribusi penting dari para perempuan yang selama ini bekerja sebagai dokter, jurnalis, insinyur, dan pengusaha.

“Dokter perempuan tidak akan ada lagi. Tidak ada jurnalis perempuan, tidak ada insinyur perempuan, tidak juga pengusaha perempuan,” ujar Barakzai, dikutip Rabu.

“Setiap masyarakat, setiap negara, setiap burung perlu terbang dengan dua sayap,” tambahnya.

Baca Juga: Kelompok Negara Islam Klaim Bom Bunih Diri di Afghanistan yang Tewaskan 6 Orang, Sasaran Utamanya Taliban

Undang-undang yang diberlakukan oleh Taliban pada Agustus lalu melarang perempuan berbicara atau bernyanyi di depan umum serta melarang mereka untuk melanjutkan pendidikan tinggi.

Barakzai mengutuk undang-undang tersebut, menyebutnya sebagai “kerugian besar” bagi Afghanistan, yang menurutnya telah kehilangan banyak hal, termasuk harga diri dan identitas bangsa.

Kritik terhadap kebijakan Taliban ini juga datang dari komunitas internasional.

Ketua Kelompok Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Diskriminasi terhadap Perempuan dan Anak Perempuan, Dorothy Estrada Tanck menyuarakan keprihatinan serupa. Dalam wawancara yang sama, Tanck mendesak agar undang-undang baru Taliban dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan "apartheid gender."

Menariknya, penolakan terhadap kebijakan Taliban ini tidak hanya datang dari luar negeri. Beberapa ulama di dalam negeri Afghanistan juga mengecam undang-undang tersebut, menilai bahwa penafsiran Taliban atas hukum Islam tidak benar.

Baca Juga: Bom Bunuh Diri Meledak di Ibu Kota Afghanistan, 6 Tewas Belasan Terluka

"Kami bertemu dengan para ulama yang memiliki pemahaman mendalam tentang hukum Islam, dan mereka mengatakan bahwa ini bukanlah penafsiran yang benar," ujar Estrada Tanck.

Meskipun situasi tampak suram, ada secercah harapan di tengah keprihatinan ini. Barakzai berharap bahwa tindakan keras Taliban akhirnya akan memicu perlawanan dari rakyat Afghanistan dan memunculkan perpecahan di antara barisan Taliban sendiri. Ia mencatat bahwa sudah mulai terlihat adanya perpecahan di antara para pemimpin Taliban terkait isu pendidikan, dengan beberapa dari mereka mendukung pembukaan kembali sekolah-sekolah.

"Orang-orang mulai sadar, sekarang mereka menentang Taliban. Mereka kehilangan komandan mereka sendiri, dan perpecahan di antara para pemimpin Taliban mulai terlihat," tambah Barakzai.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI