Suara.com - Iqbal Ramadhan, anak artis Machicha Mochtar dan almarhum Moerdiono, menjadi buah bibir beberapa waktu belakangan. Sebabnya Iqbal menjadi korban kekerasan aparat saat demo Kawal Putusan MK.
Perlakuan tak manusiawi aparat kepolisian terhadap Iqbal membuat Machicha berang. Ia menuntut keadilan terhadap apa yang dialami putranya itu.
Seperti diketahui Iqbal adalah putra semata wayang Machicha Mochtar hasil pernikahan dengan Moerdiono pada tahun 1993. Saat itu Moerdiono berstatus sebagai Menteri Sekretaris Negara.
Pernikahan Machicha dengan Moerdiono pada 20 Desember 1993 adalah pernikahan siri, tidak tercatat secara resmi di Kantor Urusan Agama (KUA).
Baca Juga: Berapa Anak Jenderal Moerdiono? Ini Profil Eks Pejabat Penting di Era Soeharto
Yang menjadi wali nikah saat itu adalah ayah Machicha, H Mochtar Ibrahim dan dua orang saksi masing-masing bernama KH. M. Yusuf Usman dan Risman.
Mahar yang diberikan Moerdiono kala itu adalah seperangkat alat shalat, uang 2.000 Riyal (mata uang Arab), satu paket perhiasan emas dan berlian dibayar tunai.
Ketika menikahi Machicha, Moerdiono sudah memiliki istri dan anak. Artinya Machicha berstatus sebagai istri kedua Moerdiono. Dari pernikahan ini lahir seorang anak bernama Muhammad Iqbal Ramadhan.
Lahir dari perkawinan yang tidak tercatat secara sah di negara, membuat Iqbal Ramadhan kehilangan hak keperdataannya sebagai anak sah Moerdiono.
Machicha Mochtar sempat menempuh jalur kekeluargaan agar sang anak mendapat hak perdatanya namun buntu. Hal ini membuat Machicha menempuh jalur hukum.
Baca Juga: Sama-Sama Mentereng, Intip Pekerjaan Iqbal Ramadhan dan Anak Angkat Jenderal Moerdiono
Melalui kuasa hukumnya, Machicha melakukan judicial review atau uji materi ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) UU RI/1/1974 tentang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasal 2 ayat (2) bahwa; “tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Pasal 43 ayat (1) menetapkan; “anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”.
Berdasarkan ketentuan tersebut, Machica Mochtar maupun Muhammad Iqbal Ramadhan merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena tidak diakui sebagai istri, dan anak.
Akhirnya MK memutus uji materi yang diajukan Machicha yaitu mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan Machicha.
Dalam putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012, bahwa Pasal 43 ayat (1) UU RI/1/1974 yang menyatakan, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, bertentangan dengan UUD NRI 1945, dan tidak mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan lakilaki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/ atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya.
Ayat tersebut harus dibaca: Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan lakilaki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.
Maksudnya, anak luar kawin akan menjadi anak yang sah jika dibuktikan melalui ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai anak dari ayahnya.
Pembuktian melalui ilmu pengetahuan dan teknologi biasanya dengan melakukan tes golongan darah atau DNA ( Deoksiribo Nuklead Acid). Tes DNA berguna untuk mengetahui apakah ada kesamaan golongan darah anak dengan ayah dan keluarga ayahnya atau tidak.
Tes DNA berlaku sacara umum, baik untuk anak luar kawin yang dilahirkan dari pernikahan tidak dicatatkan, anak luar kawin dari hasil perzinahan, anak yang tidak diakui oleh ayahnya ( li’an), anak yang
tertukar, ataupun anak yang tidak diketahui asal-usul orang tuanya.
Dikutip dari Jurnal Konstitusi Volume 12 Nomor 1 Maret 2015, disebut putusan MK tersebut membawa dampak yang luas terhadap nasab anak luar kawin.
Putusan MK tidak menjelaskan anak luar kawin yang seperti apa yang dimaksud. Padahal anak luar kawin mencangkup anak luar kawin yang lahir dari pernikahan tidak dicatatkan dan anak hasil perzinahan.
Berdasarkan kasus yang diajukan oleh Machica Mochtar anak luar kawin yang dimaksud tentunya adalah anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan.
Bahkan terkait dengan tidak adanya batasan anak luar kawin, Ketua Mahkamah Konstitusi ketika itu, Mahfud M.D., mengklariikasi dengan menyatakan: “bahwa yang dimaksud majelis dengan frasa “anak di luar perkawinan” bukan anak hasil zina, melainkan anak hasil perkawinan tidak dicatatkan.
Hubungan perdata yang diberikan kepada anak luar kawin juga tidak harus bermakna hanya terbatas pada nasab, waris, dan wali nikah.
Namun hak yang lebih luas, yaitu hak menuntut pembiayaan pendidikan, hak menuntut ganti rugi, seperti yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata atau hak untuk menuntut karena ingkar janji.