Sebut Upaya Kriminalisasi, Sikap LBH Muhammadiyah Bela Said Didu yang Dipolisikan usai Kritik Proyek PSN PIK 2
Dalam upaya mempertahankan hak-hak warga negara, Bapak Said Didu menyuarakan kritik tajam terhadap proyek ini yang dinilai mengabaikan prinsip keadilan sosial, kata Gufroni.
Suara.com - Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBH AP) PP Muhammadiyah menyoroti perihal pelaporan terhadap Said Didu setelah mengkritik soal pembebasan lahan milik warga untuk Proyek Strategis Nasional Pantai Indah Kapuk 2 (PSN PIK-2). Disebutkan jika Said Didu dipolisikan oleh Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Tangerang, Maskota dengan kasus dugaan pelanggaran Undang Undang ITE.
“Said Didu terancam dikriminalisasi melalui laporan seseorang bernama Maskota yang menurut informasi adalah Ketua Apdesi Kabupaten Tangerang,” kata Ketua Riset dan Advokasi publik LBH AP PP Muhammadiyah, Gufroni lewat keterangan tertulisnya, yang diterima Suara.com, Senin (2/9/2024).
Diketahui, sejumlah ormas termasuk Ketua APDESI Kabupaten Tangerang, Maskota melaporkan Said Didu ke polisi, beberapa waktu lalu. Mereka menganggap aksi Said Didu telah menghasut dan memprovokasi warga, khususnya warga Pantura Tangerang melalui ucapannya di media sosial.
Terkait hal itu, LBH AP Muhammadiyah ikut pasang badan untuk membela Said Didu yang dianggap korban kriminalisasi. Gufroni juga mengecam tindakan sejumlah pihak yang melaporkan mantan Staf Khusus Menteri ESDM itu ke aparat kepolisian.
Baca Juga: Digugat Imbas PSN PIK 2, Jokowi hingga Aguan Dituntut Ganti Rugi Rp612 Triliun
“Kami dengan tegas mengecam upaya kriminalisasi yang dialami oleh Bapak Said Didu, seorang tokoh publik dan mantan pejabat negara, yang selama ini secara konsisten menyuarakan ketidakadilan di berbagai daerah, termasuk di PSN PIK-2,” ujarnya.
Selama ini, kata Gufroni, Said Didu dikenal sebagai sosok yang berani mengungkap fakta dan menyuarakan aspirasi rakyat yang terdampak oleh berbagai kebijakan yang tidak adil. Salah satu isu yang ia angkat adalah penggusuran lahan di wilayah PIK 2, yang telah menyebabkan ribuan keluarga kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian mereka.
“Dalam upaya mempertahankan hak-hak warga negara, Bapak Said Didu menyuarakan kritik tajam terhadap proyek ini yang dinilai mengabaikan prinsip keadilan sosial,” kata Gufroni.
Namun, suara kritis ini Said Didu justru dihadapkan pada ancaman kriminalisasi dengan dalih melanggar UU ITE. Terkait hal itu, LBH Muhammadiyah menganggap pelaporan terhadap Said Didu sebagai bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat yang dilindungi oleh konstitusi.
“Ancaman ini bukan hanya mencederai hak asasi Bapak Said Didu sebagai warga negara, tetapi juga mengirimkan sinyal yang menakutkan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa menyuarakan kebenaran dan keadilan dapat berujung pada proses hukum yang menekan,” kata Gufroni.
Baca Juga: Bahlil Lahadalia Ngaku Jadi Aktivis 98, Said Didu: Tidak Pernah Dengar Namanya
Gufroni menilai jika penggunaan UU ITE untuk menjerat Said Didu sebagai terlapor merupakan tindakan yang tidak proporsional dan tidak berdasar. Menurutnya, kritik yang disampaikan oleh Said Didu merupakan bagian dari hak konstitusional untuk menyampaikan pendapat dan memperjuangkan keadilan.
“Penggunaan UU ITE untuk membungkam suara kritis ini hanya akan semakin memperburuk citra demokrasi di Indonesia dan menurunkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di negara ini,” tegasnya.
Gufroni meminta agar para penegak hukum melakukan proses hukum yang adil dan transparan. Aparat penegak hukum juga diminta tidak dijadikan alat untuk memberangus kritik dan menakut-nakuti para aktivis yang memperjuangkan hak-hak rakyat.
“Negara harus memastikan bahwa kebebasan berpendapat tetap dihormati dan dilindungi, bukan justru menjadi korban kriminalisasi,” tandas Gufroni.