Suara.com - Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bantul Atmaji membeberkan sejumlah persoalan yang bakal menjadi pekerjaan rumah bagi pemimpin kabupaten di selatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kepada Suara.com, Atmaji mengungkapkan ada empat persoalan yang hingga saat ini butuh pemikiran dan strategi khusus dalam menyelesaikan permasalahan di Kabupaten Bantul.
"Satu, terkait dengan tingginya angka kemiskinan. Di Jogja ini, angka kemiskinannya masih di atas rata-rata nasional. Kemarin di tahun 2023 masih di kisaran 11,03 persen dari seluruh penduduk itu. Penduduk DIY, kurang lebih ada 460 ribuan jiwa," ujarnya dalam Podcast Burjo di kanal YouTube Suara.com.
Selanjutnya, Atmaji mengemukakan persoalan pengangguran yang tinggi. Menurutnya, perlu ada intervensi untuk mengurangi angka pengangguran di Bantul.
Baca Juga: Visi Atmaji untuk Bantul: Ekonomi Meroket, Pendidikan Merata!
Kemudian yang ketiga, terkait dengan ketimpangan pembangunan. Menurut Atmaji, ketimpangan tersebut jelas terlihat antara wilayah utara Yogyakarta, yakni Kota Sleman dengan wilayah selatan Yogyakarta, dalam hal ini Kabupaten Bantul.
"Jadi di Jogja ini kan empat kabupaten satu kota. Antara kota atau antara Jogja sebelah utara dengan Jogja sebelah selatan ini pembangunannya timpang. Nah orang akan lebih mencari yang utara, sementara yang selatan ini masih ketinggalan," ujarnya.
Keempat, Atmaji mengungkapkan ketimpangan terkait dengan pendapatan. Dalam penjelasannya, Atmaji kembali membandingkan antara wilayah utara dengan selatan Yogyakarta.
"Salah satu cirinya saja, bagaimana UMR di Sleman dengan UMR di Bantul, jauh kan. Nah ini kan yang harus kita selesaikan," ucapnya.
Terkait persoalan kemiskinan, Atmaji mengemukakan bahwa ada yang kontras dengan persoalan tersebut, terutama di wilayah Yogyakarta secara umum, yakni tingginya tingkat kemiskinan berbanding lurus dengan angka kebahagiaan.
Baca Juga: Rp 921 Juta Cuan PAD Bantul di Masa Libur Sekolah Juni 2024
"Nah, saya juga masih mencari-cari, kenapa Jogja ini miskinnya tinggi tapi kok angka kebahagiaannya juga tinggi. Kan aneh."
Ia melanjutkan, bakal sangat kontras apabila tolok ukur kemiskinan atau tidak dengan menggunakan ukuran pengeluaran.
"Nah, kalau kita di kampung, di desa, dengan suasana yang masih kayak gitu. Kita mau nyayur, bikin sayur daripada beli kan artinya tidak mengeluarkan. Beda kalau di kota. Kalau di kota itu mesti semua itu beli, sehingga pengeluaran kalau dibuat dengan itu tinggi."
Melihat permasalahan yang dihadapi Kabupaten Bantul, Atmaji mengemukakan perlunya pembangkitan kegiatan ekonomi. Ia mencontohkan, saat ini beberapa yang bisa dimulai.
"Mulai dari menghidupkan pelabuhan ya, bisa pelabuhan penumpang, bisa pelabuhan ikan," ujarnya.
Kemudian tumbuhnya UMKM seiring pembangunan infrastruktur di kawasan selatan. Apalagi, menurutnya, saat ini ada jalur selatan-selatan yang melintasi Bantul. Potensi keberadaan infrastruktur di kawasan selatan-selatan tersebut bisa diberikan kegiatan ekonomi.
"Saya kira bisa dimulai. Apalagi DIY ini sudah punya Perda terkait dengan zona. Zona-zona daripada ekonomi yang ada di sepanjang pantai itu. Ada yang diundang untuk kegiatan pariwisata, ada yang dipakai untuk penelitian, ada yang dipakai untuk kegiatan ekonomi seperti apa, tambang dan sebagainya," ucapnya.
Meski begitu, Atmaji mengemukakan membutuhkan waktu dan proses untuk bisa membangun Kabupaten Bantul dari selatan.