Suara.com - Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Nuraini Rahma Hanifa mengungkapkan bahwa tidak ada waktu pasti kapan gempa Megathrust akan terjadi di Indonesia.
Dia menekankan bahwa informasi soal tanggal pasti gempa Megathrust adalah hoaks. Namun, potensi terjadinya bencana tersebut tetap nyata dan bisa terjadi kapan saja, baik dalam waktu dekat maupun ratusan tahun mendatang.
Nuraini menjelaskan bahwa meskipun belum dapat diprediksi secara spesifik, gempa besar seperti Megathrust berpotensi terjadi kembali di masa depan.
Wilayah yang diperkirakan rentan terhadap bencana ini adalah bagian barat Pulau Sumatera hingga selatan Pulau Jawa, mengingat area tersebut merupakan titik pertemuan antara Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia, yang rawan terhadap guncangan gempa.
Nuraini juga menjelaskan bahwa gempa besar, termasuk Megathrust, memiliki siklus tertentu. Semakin besar kekuatan gempanya, semakin panjang pula siklus terjadinya.
Contohnya, gempa besar yang melanda Aceh pada 2004 memiliki siklus sekitar 600 tahun sekali, meskipun siklus ini hanya berlaku di titik gempa yang sama. Setiap wilayah memiliki siklus gempanya sendiri.
Pergerakan lempeng bumi di daerah rawan gempa juga diukur oleh para ilmuwan. Di Pulau Jawa, misalnya, lempeng bumi bergerak rata-rata sebesar 6 cm per tahun. Jika pergerakan ini terkumpul selama ratusan tahun dan dilepaskan sekaligus, potensi gempa yang dihasilkan bisa mencapai skala 8,8 hingga 9,0 Magnitudo, mirip dengan gempa yang melanda Aceh dan Jepang.
Meskipun kekuatan gempanya sama, Nuraini mencatat bahwa Jepang mengalami jumlah korban jiwa yang jauh lebih sedikit dibandingkan Aceh. Hal ini menekankan pentingnya upaya mitigasi bencana yang tepat dan kolaborasi seluruh pihak untuk mengurangi risiko kebencanaan, sehingga lebih banyak nyawa dapat diselamatkan jika terjadi gempa besar seperti Megathrust. (Antara)