Suara.com - Pengadaan susu pada program makan bergizi gratis masih tuai kontroversi. Ahli gizi masyarakat, dokter Tan Shot Yet bahkan menyebutkan bahwa pengadaan susu kemasan itu berisiko menimbulkan praktik manipulasi di lapangan.
Dokter Tan menjelaskan, manipulasi yang dia maksud ialah pemilihan produk susu yang tidak sesuai standar gizi karena menuruti selera masyarakat yang cenderung lebih menyukai minuman dengan perasa. Produk seperti itu dikatan lebih tinggi kandungan gula.
Sebab, kondisi seperti itu pernah dokter Tan alami sendiri ketika kegiatan bagi-bagi susu bersama Menteri Kesehatan periode 2014-2019 Nila F Moeloek.
"Begitu susu sudah mulai masuk tentu akan ada request. Saya pernah jaman saya pergi sama Ibu Nila pergi ke Pekalongan, jaman beliau menjadi Menteri Kesehatan. Saya dengar request-nya, 'bu coba dibagi jangan susu yang putih. Anak-anak sini senangnya yang cokelat'. Kebayang gak, susu coklat, gulanya berapa? Ya, ini nyebelin banget," cerita dokter Tan ditemui saat acara media talk di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Jakarta, Selasa (27/8/2024).
Baca Juga: Porsi Makan Siang Bergizi Rp15 Ribu Kurang Bagus, Heru Budi: Pasnya Rp20 Ribu Sampai Rp25 Ribu
Fenomena seperti itu yang dia sebut sebagai manipulasi rasa. Sebab, susu kemasan dengan perasa tertentu cenderung memiliki kadar gula yang lebih tinggi dibandingkan susu murni.
Selain itu Dokter Tan juga khawatir kalau anak-anak hanya mengincar susu yang dibagikan. Sementara, bekal makan nasi dan lauk pauknya tidak termakan.
"Jadi rentan manipulasi rasa, manipulasi kandungan. Dan akhirnya ini merupakan sabotase. Sebetulnya kita pengen banget anak menjadi lebih baik, tetapi nanti yang dikirim cuma minum susunya doang, makanan yang gak habis dibawa pulang, buat bapaknya, dibagi buat Ibunya," tutur dokter Tan.
Dilihat dari kandungan gizinya, susu juga hanya dianggap sebagai pendamping. Dokter Tan menjelaskan bahwa Indonesia sudah tidak lagi menganut asas 4 Sehat 5 Sempurna, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 41 tahun 2014.
"Kita sudah keluar dari 4 sehat 5 sempurna, karena itu udah lama banget. Tidak ada yang menyebutkan, tidak ada yang memberikan suatu afirmasi bahwa susu menyempurnakan makanan seseorang," tegasnya.