Suara.com - Sosok Erina Gudono yang tak lain istri dari Kaesang Pangarep tuai sorotan soal bau badan di tengah kunjungannya ke Amerika Serikat.
Olok-olok soal bau badan yang ditujukan kepada Erina Gudono itu menyeruak seiring isu revisi UU Pilkada yang diduga sebagai jalan untuk memuluskan Kaesang Pangarep untuk bisa maju dalam kontestasi Pilkada Jateng.
Terpantau, sementara Erina Gudono tengah sibuk mempersiapkan studi S2-nya di Amerika Serikat, sejumlah unggahan di akun Instagramnya dibanjiri komentar miring soal bau badan.
Terlepas dari sorotan yang ditujukan kepada Erina Gudono itu, menurut sejarah, faktanya Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang intoleran dengan bau badan seperti halnya di Indonesia.
Dikutip dari saturdayeveningpost sebelum menyadari betapa pentingnya kebersihan tubuh, selama beratus-ratus tahun, masyarakat Amerika terbiasa mandi sekali dalam seminggu.
"Dalam waktu sehari-hari mereka biasanya hanya mencuci dengan mencipratkan diri dengan air dari baskom. Mandi air hangat merupakan suatu kemewahan yang hanya bisa dilakukan oleh orang kaya," tulis artikel yang bertajuk No Offence: How Americans Became Intolerant of Body Odor tersebut.
Baru kemudian memasuki akhir abad ke-19, muncul kesadaran terutama di masyarakat Amerika mengenai kebersihan tubuh. Hal itu ditandai dengan munculnya alat pembersih berupa shower atau pancuran.
Kesadaran akan kebersihan terutama menghilangkan bau badan itu muncul seiring dengan adanya penelitian mengenai kebersihan guna menghilangkan bau busuk dari tubuh manusia.
Menghilangkan bau badan di kemudian hari dengan cepat menjadi standar kebersihan bagi masyarakat di Amerika Serikat.
Tak heran bila kemudian bersamaan dengan kemunculan shower dan sikat gigi, pada akhir abad ke-19, masyarakat Amerika mulai gemar mengenakan parfum.
Tak berselang lama setelah kemunculan parfum, terciptalah deodoran yang dianggap sebagai solusi praktis untuk menghilangkan bau badan.
Pada 1888, seorang penemu dari Philadelphia mengembangkan sebuah deodoran yang kemudian dikomersilkan dan menuai sukses. Deodoran tersebut dijual dengan merek Keeping Silent atau Mum's the Word.
Deodoran yang berwujud krim lilin ini meski laris manis di pasaran tetapi produknya memiliki kekurangan yakni meninggalkan residu berminyak pada pakaian.
Dalam perkembangannya, pada 1903, Everdry memperkenalkan antiperspiran pertama di dunia.
Produk ini menggunakan bahan alumunium klorida yang berfungsi menyumbat pori-pori untuk menghalangi keluarnya keringat.
"Antiperspiran awal ini sangat asam jadi mereka juga sering merusak pakaian dan membuat pemakainya merasakan sensasi menyengat," tulis koresponden The Week pada artikel bertajuk A Brief of Body Odor.
Antiperspiran ini kemudian pada 1912 dikembangkan sebagai produk deodoran yang komersil. Di bawah perusahaan yang dikendalikan Edna Murphey.
Melalui iklan yang berisi propaganda bahwa keringat berlebih sebagai gangguan medis, produk deodran tersebut sukses menarik perhatian warga Amerika hingga mendatangkan keuntungan mencapai 65 ribu dollar Amerika.
Hingga tahun 1930-an dengan cepat deodoran menjadi bagian tak terpisahkan bagi warga Amerika untuk memerangi bau badan yang telah jadi problem tersendiri sejak berabad-abad silam.